PAK SIGOH, RELA VASEKTOMI AGAR HIDUP SEJAHTERA

Oleh Hasan Zainuddin
Susana Desa Sameran yang berada di wilayah antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah begitu dingin.
Warga desa yang sebagian besar bermata pencarian berkebun sayuran tersebut saat malam hari lebih banyak tinggal di dalam rumah ketimbang harus pergi ke luar.
Sementara sarana hiburan begitu terbatas, penerangan listrik belum tersedia, tak ada televisi, sehingga pekerjaan yang dinilai paling menghibur dan menyenangkan hanyalah berhubungan suami isteri.
Akibat kerjaan hanya dari itu ke itu saja, maka akhirnya hampir sebagian besar warga setempat memiliki banyak anak, dan itu terjadi sebelum tahun 80-an, kata Pak Sigoh (54), warga desa setempat.
Ketika menerima kunjungan Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Kalsel, ke kawasan desa mereka, Jumat (4/5) Pak sigoh begitu banyak bercerita tentang banyak anak banyak membawa kesengsaraan.
Ia mencontohkan keluarganya sendiri waktu itu, ayahnya hanya seorang petani sayur mempunyai lima anak, karena tak mampu membiayai praktis semua saudaranya tidak bersekolah.
“Saya sendiri waktu kecil ingin sekali bersekolah, tapi ayah saya tak bisa menyekolahkan saya karena ketiadanya biaya, sebab anak ayah yang harus diberi makan lima orang, untuk makan saja susah, boro-boro menyekolahkan kami-kami anaknya,” kata Sigoh sambil berlinang air mata mengenang masa lalunya.
Akibat tak bisa sekolah akhirnya hidup Pak Sigoh kembali meniru gaya hidup orang tuanya dulu yakni berkebun sayuran.
Dengan berkebun sayuran maka tingkat kesejahteraannya tak lebih baik dengan kondisi orang tuanya dulu, pikirannya mengatakan dengan tingkat kesejahteraan seperti itu mana mungkin bisa menyekolahkan anak-anaknya.
Sementara dalam pikirannya pula, anak-anaknya tak boleh seperti dirinya tak bersekolah dan miskin, anak-anaknya harus sekolah dan sukses.

“Saya ingat sekali bagaimana ayah saya memberi nafkah keluarga dengan jumlah anak lima, begitu berat,” katanya lagi mengenang masa lalu itu.

Melihat kenyataan seperti itulah, timbul pikiran untuk ikut program KB pria yang diselenggarakan pemerintah.

Setelah Pak Sigoh kala itu berusia 37 tahun dan memiliki dua anak, maka ia pun memutuskan ikut program KB melalui vasektomi.
Vasektomi adalah tindakan memotong saluran sperma yang menghubungkan buah zakar dengan kantong sperma, sehingga tidak dijumpai lagi bibit dalam ejakulat seorang pria.
Dengan hanya dua anak maka maka Pak Sigoh bisa mengatur biaya hidup, akibatnya beban hidup menjadi ringan. Dengan beban ringan ia pun beritekad menyekolahkan dua anaknya itu hingga ke perguruan tinggi.
Menurut pengakuan Pak Sigoh yang didampingi Petugas Penyuluh KB Kabupaten Selo, Tony, anak pertamanya bernama Titi Wahyuni (25) yang mengikuti program D3 Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Setelah lulus D3, dia kemudian menjadi pemandu wisata, lalu berkenalan dengan seorang pemuda Belanda yang akhirnya diboyong ke negeri Belanda dan melanjutkan sekolah di negeri tersebut.
Sementara anak kedua Pak Sigoh, bernama Noor Sodadi (22) sekarang masih kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Yogyakarta. Sedangkan Sigoh sendiri, setelah mampu mengatur biaya kehidupan keluarganya akhirnya bisa menabung dan memiliki modal dan sekarang sudah menjadi juragan sayuran, yakni membeli sayur petani setempat lalu membawanya dalam jumlah besar ke kota seperti ke Boyolali.
Penyuluh KB Kabupaten Selo, Tony, menambahkan setelah keberhasilan Pak Sigoh mengikuti program KB pria yang mampu mengubah gaya kehidupannya itu telah melahirkan banyak peminat mengikuti program tersebut.
Untuk Kabupaten Selo sendiri tercatat 994 peserta KB pria melalui vasektomi, sedangkan di Desa Sameran yang merupakan desa tempat tinggal Sigoh tercatat 104 peserta KB pria.
Dari 104 KB Pria Desa Sameran tersebut 60 orang di antaranya adalah hasil bujukan Pak Sigoh sendiri.
Peminat KB pria, menurut Tony, memperoleh bantuan biaya operasi, selain itu selama tiga hari peserta yang dioperasi vasektomi itu diberikan tunjangan biaya hidup Rp50 ribu per hari.
Namun, peserta KB pria tersebut biasanya membentuk kelompok atau grup sendiri, para aggotanya terdiri dari antarkeluarga mereka, sehingga mereka selalu bisa bergotong royong dalam menghadapi persoalan hidup.
Umpamanya saja, saat pindah rumah kelompok itu selalu kompak bekerjasama memindah rumah salah satu anggota KB pria tersebut.
“Dengan adanya grup KB pria maka kita mudah meminta bantuan, umpamanya meminta bibit sayuran kepada pemerintah,” kata Pak Sigoh menambahkan lagi.

Pak Sigoh
Jadi Pelajaran
Ketua IPKB Kalsel, Ir Irfani, menyatakan bahwa Kalsel pun ingin menyukseskn program KB pria dengn mencontoh Kabupaten Boyolali.
Dengan keterlibatan KB pria maka kesuksesan program KB di wilayah tersebut begitu terasa, kata Irfani.
Menurut penuturan ahlinya, kata Irfani, KB pria memberikan keuntungan, pertama dampak kesehatan akibat program tersebut tidak dirasakan, bahkan tidak mempengaruhi tingkat seksualitas peserta KB Pria tersebut.
Selain itu, bila KB untuk wanita biasanya dampak kesehatan dirasakan, seperti perubahan hormonal pada wanita atau dampak-dampak lainnya.
Melihat dari dampak tersebut, maka sewajarnya KB pria Kalsel mencontoh KB pria di Kabupaten Boyolali.
Selain itu, kata Irfani, dia sempat mengunjungi lapangan program KB di Boyolali, serta mendapat banyak cerita tentang kesuksesan program KB di wilayah Jateng itu.
Melalui program pergerakan ekonomi yang dikaitkan dengan program KB yakni Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) ternyata berhasil meningkatkan kesejahteraan warga setempat.
Di Kabupaten Boyolali UPPKS berhasil mengubah bahan yang tadinya tak bernilai ekonomi menjadi barang makanan yang mahal, seperti kripik kulit lele, abon lele, krupuk daging lele, dodol labu, kripik labu dan sebagainya.
Kunjungan IPKB Kalsel bersama BKKBN Kalsel dan sejumlah wartawan tersebut dipimpin Kepala Bidang Advokasi dan Pergerakan KB BKKBN Kalsel, Hermaliawati/ Selain ke Boyolali, mereka juga sempat melakukan pertemuan dengan Kepala BKKBN Jateng Dra Hj Sri Murtiningsih MSI dan Ketua IPKB Jateng Adi Susilo.
Pertemuan berlangsung di kantor Wali Kota Solo yang juga dihadiri Kepala Badan Perberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Surakarta, Hasto Gunawan.
Kepala Badan Perberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Surakarta, Hasno Gunawan menceritakan suksesnya KB di wilayahnya karena mereka bisa memanfaatkan peringatan momen-momen besar nasional yang selalu dikaitkan dengan KB, seperti Hari   Kartini dan Hari Pendidikan Nasional.
Pihaknya juga meluncurkan KB Smart Surakarta, yaitu KB Sejahtera, Mandiri, Aman, Rahmat, Terencana.
Melihat kesuksesan program KB Jateng, maka perlu menjadi pelajaran di wilayan lain, khususnya di Kalsel.
Tanpa program KB dikhawatirkan terjadi ledakan penduduk yang berdampak maka kian banyak pengangguran, kekumuhan, kemiskinan, kelaparan, dan sulit memperoleh leyanan kesehatan, pendidikan, dan kian rusaknya lingkungan hidup, yang berarti sama dengan kiamat.