LEBAK SOLUSI ATASI KETAHANAN PANGAN KALSEL

Oleh Hasan Zainuddin


Banjarmasin, 13/10 (ANTARA)- Saat daerah lain mengeluh kesulitan beras musim kemarau, justru Kalsel bisa tersenyum,lantaran 150 ribu hektare lahan lebak yang tadinya tergenang air menjadi kering dan sebagian bisa ditanami padi dan subur.

Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengakui wilayahnya memperoleh berkah memiliki lahan semacam itu. Akibat lahan itu pula wilayahnya tak pernah mengalami defisit beras.

“Kami merasa bangga memiliki lahan lebak yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman padi dan palawija, berkat lahan itu pula produksi padi Kalsel bisa terus ditingkatkan ” tuturnya.

Dengan memiliki lahan unik itu maka Kalsel dinyatakan sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional, sehingga diminta menyumbang beras untuk kebutuhan pangan nasional.

“Saya harap beban ini bisa ditanggung bersama-sama oleh kabupaten dan kota, koordinasi harus ditingkatkan, terutama memanfaatkan 500 ribu lahan wasah yang sudah ada, termasuk mencari varietas padi yang sesuai dengan lahan,” katanya.

Salah satu lahan yang bisa dimanfaatkan maksimal adalah lahan lebak yang saat kemarau dapat menguntungkan petani padi di daerah ini, karena bisa tanam padi.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aus Al Kausar menambahkan lahan lebak Kalsel potensial meningkatkan produksi padi, seperti contoh Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) seluas delapan ribu hektare yang belum maksimal ditanami padi.

“Dengan kemarau lahan lebak bisa ditanami padi yang mampu memproduksi enam ton Gabah Kering Giling (GKG) per hektare,” katanya seraya mengatakan padi lebak bisa panen dua kali setahun.

Diakui berbagai upaya dilakukan meningkatkan produksi pangan Kalsel, selain mengandalkan lahan tadah hujan, lahan kering, dan lahan beririgasi, tetapi juga mengandalkan lahan lebak itu tadi.

“Aliran sungai menyebabkan unsur dan zat-zat yang ikut dalam air mengendap sehingga membuat tanah lahan lebak menjadi subur,” katanya.

Kendalanya di lahan seperti itu, air yang mengendap memerlukan waktu cukup lama untuk bisa kering, sehingga diperlukan teknologi untuk mengolahnya, salah satu cara dengan pompa air primer, sekunder, dan tersier dari polder.

Untuk meningkatkan kemampuan lahan lebak itu, maka Kalsel kini sedang merevitalisasi polder Alabio di Kabupaten HSU sebagai sarana mengatur tata air di lahan seperti itu.

Polder Alabio yang dibangun sejak Zaman Belanda itu diperbaiki selesai 2013, meski demikian tahun 2012 ini sistim irigasi pertanian melalui polder itu sudah bisa dimanfaatkan mengairi sawah petani.

Melalui sistem pengaturan air maka diharapkan terjadi peningkatan produksi padi, sekaligus peningkatan intensitas tanam, karena selama ini petani di daerah ini hanya bisa sekali tanam dalam satu tahun.

Polder Alabio akan mampu mengairi empat kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Pandan, Sungai Tabukan, Babirik, dan Danau Panggang.

Polder tersebut mengairi daerah irigasi seluas enam ribu hektare dengan pola tanam padi dan palawija.
Varietas unik
Berdasarkan cacatan, di Kalsel terdapat padi unik yakni padi yang mampu bertahan hidup di lahan lebak, seperti varietas lokal yang disebut dengan “padi rintak,” dan “padi surung.” Varietas padi ini memiliki kelebihan yakni mampu mengikuti perkembangan air.

Wilayah yang banyak mengembangkan varietas padi unik ini terdapat di lahan lebak di Kabupaten HSU.

Padi varietas unik ini bukan hanya di Kabupaten HSU di kembangkan tetapi juga di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST) serta di wilayah Barito Kuala (Batola).

Padi rintak sudah lama diusahakan untuk pertanian Kalsel, dengan memanfaatkan menyurutnya air lahan lebak.

Memanfaatkan lahan lebak saat kemarau disebut “merintak,” sehingga bertaman padi pada kondisi tersebut dikenal sebagai tanam padi rintak, dan sawahnya adalah “sawah rintak”atau “sawah timur” karena bertiup angin timur.
Sebaliknya kondisi air lebak yang merambat naik atau mendalam pada musim hujan disebut sebagai “menyurung” sehingga bertanam padi lahan lebak pada musim hujan disebut juga sebagai “padi surung.”
Sedang sawahnya disebut “sawah surung” atau “sawah barat” karena pada musim itu bertiup angin barat.

Disebut pula sebagai padi surung lantaran padi ini mampu mengikuti ketinggian air, artinya bila air terus meninggi atau dalam maka batang padinya pun ikut lebih tinggi pula sebatas ketinggian air sehingga padi ini tak pernah tenggelam.

Melihat potensi lahan lebak yang begitu luas disamping adanya varietas padi unik tersebut sebenarnya Kalsel tak khawatir akan penyusutan lahan pertanian ber irigasi yang berada dekat perkotaan.

Menurut keterangan beberapa tahun belakangan banyak lahan pertanian di Kalsel yang beralih fungsi, atau sekitar 19 ribu hektare.

Sebagai salah satu upaya peningkatan produksi padi Kalsel, tersebut adalah mencetaklahan baru sekitar tiga ribu hektare serta pemanfaatkan lahan rawa atau lebak tersebut.

“Dengan bantuan teknologi pertanian, kita juga bisa memanfaatkan lahan lebak atau rawa monoton, untuk menanam padi, yang tingkat produktivitasnya juga cukup baik,” ujar Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel Aus Al Kausar.

Ia mengatakan, hingga saat ini produksi padi di daerah setempat masih surplus, oleh sebab itu, walau lahan pertanian mengalami penyusutan karena alih fungsi, tapi produksi padi terus meningkat dan masih tetap surplus.

Kesempatan lain Ketua Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalsel Muhammad Ihsanudin berpendapat, walau produksi padi di provinsi itu terus meningkat dan surplus, tapi perlu antisipasi dini atas kemungkinan alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran.

“Sebab jika tidak dilakukan antisipasi dini, lambat laun lahan pertanian semakin menyusut, sementara pembukaan sawah atau lahan pertanian baru tidak seimbang dengan penyusutan lahan pertanian di Kalsel,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Ia mengemukakan perlunya pengaturan alih fungsi lahan pertanian sebaik mungkin.

“Untuk itu perlu pengaturan atas alih fungsi lahan pertanian, guna mempertahankan lahan pertanian secara abadi dan tetap terwujudnya ketangguhan ketahanan pangan, baik bagi daerah Kalsel maupun nasional,” demikian Ihsanudin.