KEMARAU KINI SUDAH MENJADI SEBUAH “TRAGEDI”

Oleh Hasan Zainuddin


Banjarmasin, 6/10 (ANTARA) – Musim kemarau tak asing bagi masyarakat Indonesia, karena sudah berlangsung setiap tahun sejak berada-abad lalu.

Hanya saja kemarau dulu dan sekarang terjadi perbedaan, kemarau dulu lahan kering tetapi sekarang kemarau lebih kerontang, kalau dulu kemarau menimbulkan asap tipis sekarang kian pekat.

Panas selalu terjadi musim kemarau, tetapi sekarang panasnya kian gerah, dan banyak lagi perbedanaan lain yang dirasakan disaat perubahan iklim global sekarang ini.

“Kemarau baru sebentar sudah menyengsarakan, terutama kesulitan air bersih serta kabut asap pekat menganggu banyak aktivitas, seperti di Kalsel, kata Gubernur Kalsel Rudy Ariffin di Banjarbaru, Rabu (3/10) saat menggelar rapat dadakan dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah .

Rapat dadakan bersama perwakilan pemerintah pusat membahas serangan asap dikaitkan melakukan hujan buatan. Selain hujan buatan, juga dinilai perlu menggelar sholat istisqa (shalat minta hujan).

Gubernur mengaku sudah menyampaikan surat permohonan ke Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) agar memperoleh jatah hujan buatan.

Berdasarkan catatan, asap Kalsel adanya kebakaran semak belukar dan hutan 615 titik, kabut asap paling parah di Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, dan Barito Kuala serta Kota Banjarmasin.

Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Rosihan Adhani mengatakan serangan kabut asap mulai mengganggu kesehatan masyarakat, ditandai peningkatan ISPA hingga 59 persen, dengan jumlah penderita ISPA setiap bulannya sebanyak 22.000 orang.

Mengatasi hal itu 10.000 masker dibagikan dari 51.000 masker yang dicadangkan, 51.000 masker sifatnya perbantuan kabupaten dan kota se Kalsel yang memerlukan tambahan,katanya.

Kepala Dinas Perhubungan Kalsel, M Tahkim, asap menganggu penerbangan bandara Syamsuddin Noor serta jalur Lalu-lintas darat dalam sepekan terakhir, lantaran jarak pandang yang pendek.

“Saat ini jadwal penerbangan selalu saja ada yang tertunda akibat asap,” katanya.

Asap tak hanya menyebabkan ganggu transportasi, tetapi juga membuat warga merasa sesak napas dan penglihatan terasa pedih saat berada di luar rumah.

Beberapa warga mengaku cepat lelah, saat melakukan aktivitas di luar rumah, karena udara pengap dan panas menyengat, kendati cuaca seakan mendung.

Cuaca ekstrim terjadi di Kalsel, ditandai meningkatnya suhu dan kelembaban udara hingga di atas standar normal, suhu dan kelembaban udara tergolong ekstrim, melebihi standar normal, ujar Miftahul Munir dari BMG.

Suhu udara normal 32 derajat celsius hingga 35 derajat celsius, jika di atas standar maka tergolong ekstrim, suhu ekstrim terukur di Banjarbaru, Banjarmasin, dan Kabupaten Banjar dengan panas 35,2 derajat celsius.
Terjadinya cuaca ekstrim di Kalsel karena curah hujan rendah sejak dua bulan lalu, curah hujan Agustus 60-70 milimeter dan September 50-100 milimeter hingga tergolong rendah dan memicu meningkatnya suhu udara dipermukaan hingga terjadi cuaca ekstrim, jelasnya.

Dampak ditimbulkan suhu udara demikian kekeringan melanda hampir seluruh kawasan, pepohonan kekurangan air mudah terbakar disamping volume air sumur berkurang.

Kawasan terpekat asap, justru berada di dekat Bandara Syamsudin Noor merupakan bandara terpadat di Kalimantan, menyebabkan tertundanya penerbangan seperti penerbangan ke Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta.

Manager Operasi PT Angkasa Pura I Bandara Syamsudin Noor Haruman mengatakan, jarak pandang aman bagi penerbangan minimal 400 meter saat pesawat lepas landas dan 800 meter saat pesawat mendarat.

“Jarak pandangnya buruk sekali pernah terjadi hanya lima meter sehingga sangat tidak mungkin pesawat lepas landas dan diputuskan enam penerbangan ditunda,” katanya
Kepala Dinas kehutanan Kalsel, Rahmadi menambahkan titik panas (hotspot) di wilayahnya meningkat 100 persen. Pantuan satelit NOAA-18 (ASMC) 4 September 315 titik, sekarang 615 titik.

Titik api diperkirakan terus bertambah mengingat musim hujan ditaksir akhir Oktober, atau dasarian tiga, ujar Kasi Data dan Informasi BMKG Staklim Banjarbaru Miftahul Munir.

Terkait keinginan gubernur melakukan hujan buatan, disarankan menunggu munculnya awan pembentuk hujan sehingga hujan cepat turun sesuai harapan.

“Saat ini, awan pembentuk hujan belum terbentuk di atas wilayah Kalsel sehingga tidak efektif jika hujan buatan dilakukan sekarang, lebih baik menunggu munculnya awan hujan sehingga hasilnya maksimal,” kata dia.


Perubahan Iklim
Berdasarkan sebuah catatan saat ini terjadi peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca (CO2, CH4, CFC, HFC, N2O), terutama peningkatan konsentrasi CO2, di atmosfir menyebabkan terjadinya global warming (peningkatan suhu udara secara global) yang memicu terjadinya global climate change (perubahan iklim secara global).

Fenomena ini memberikan berbagai dampak yang berpengaruh penting terhadap keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya di planet bumi ini, di antaranya adalah pergeseran musim dan perubahan pola atau pendistribusi hujan yang memicu terjadinya banjir dan tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Naiknya muka air laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil dan banjir rob.

Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama dekat permukaan bumi.

Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri.

Pengamatan temperatur global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang menjadi indikator adanya perubahan iklim.

Perubahan temperatur global ini ditunjukkan dengan naiknya rata-rata temperatur hingga 0.74oC antara tahun 1906 hingga tahun 2005.

Temperatur rata-rata global ini diproyeksikan akan terus meningkat sekitar 1.8-4.0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC.

Perubahan iklim akibat kegiatan manusia itu meningkatnya suhu udara yang berpengaruh terhadap kondisi parameter iklim lainnya.

Perubahan iklim mencakup perubahan dalam tekanan udara, arah dan kecepatan angin, dan curah hujan.

Di Indonesia saat perubahan musim ini menyebabkan suhu rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,3 derajat Celcius sejak tahun 1990, musim hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih intensif sehingga meningkatkan risiko banjir.

Variasi musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Perubahan pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak pada sektor pertanian dan ketahanan pangan. Perubahan iklim akan menurunkan kesuburan tanah sekitar 2 persen sampai dengan 8 persen.

Melihat kondisi cuaca seperti ini maka hal itu bisa dikatakan sebuah tragedi baik dimusim hujan maupun dimusim kemarau, karena itu berbagai kalangan mengharapkan kewaspadaan semua pihak menyikapi kondisi demikian