EKSPEDISI MERATUS TEMUKAN FLORA FAUNA UNIK KALIMANTAN

Oleh Hasan Zainuddin

Hutan Tropis Basah Pegunungan Meratus (gambar: Meratusinstitute )
Banjarmasin,20/6 (ANTARA)- Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Koordinator Wilayah 08 Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan selama penjelajahan dan penelitian di kawasan Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, menemukan sejumlah flora dan fauna unik pulau itu
Kawasan yang menjadi target penjelajahan dan penelitian personil tim beranggotakan 118 tentara dan sipil ini adalah Pegunungan Meratus yang merupakan kawasan pegunungan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan yang membentang sepanjang sekitar 600 km persegi dari arah tenggara dan membelok ke arah utara hingga perbatasan Kalimantan Timur.
Satu persatu tanaman dan satwa yang dinilai unik dalam kegiatan mulai Rabu, 11 April 2012 ini diperhatikan dan terakhir seperti diungkapkan Mayor (Sus) Komaruddin, perwira sejarah TNI AU, kepada wartawan terdapat 193 temuan.
“Sebanyak 72 temuan penjelajahan dan penelitian tahap pertama dan 121 tahap kedua,” katanya seraya menyebutkan temuan tersebut antara lain bidang fauna seperti aneka jenis ular, aneka jenis kodok, aneka jenis kadal, aneka jenis tokek, aneka jenis burung, kera, tupai, bajing, musang, iguana dan satwa lainya,” katanya
Bidang flora antara lain aneka jenis anggrek, aneka jenis pakis, aneka jenis rotan, aneka jenis jamur, aneka jenis pohon meranti, kayu ulin, agathis, aneka jenis kantong semar, aneka jenis tanaman obat antara lain, Seluang Belum dan lain sebagainya .
Dari temuan tersebut yang paling terungkap kepermukaan adalah keberadaan kijang emas (Muntiacus atherodes), macan dahan (Neofelis nebulosa), serta temuan ular viper palsu (Psammodynastes sp) dan ular viper daun (Trimeresurus borneensis).
Bidang flora yang cukup menarik adalah ditemukan sebuah pohon Kayu raksasa jenis meranti putih yang disebut oleh penduduk setempat sebagai pohon damar hirang, dengan panjang keliling batang sekitar 13 meter dan garis tengah tiga meter.
Ditaksir pohon tersebut berusia ratusan tahun berada di hutan yang masih lebat di daerah Desa Kiyo Pegunungan Meratus.
Selain meneliti satwa dan tumbuhan tim juga meneliti budaya masyarakat setempat yang antara lain mencatat 28 varietas padi yang ada di Pegunungan Meratus.
Seperti diungkapkan seorang tim peneliti tim, yang juga peneliti IPB, Dr Abdul Haris Mustari, semua varietas padi disebut “banih” yang disebut dengan banih putih, banih siamunus, banih sabai, banih tampiko, banih buyung,banih salak,banih kihung, banih kunyit, banih kanjangan, banih briwit, dan banih saluang.
Padi lainnya disebut banih banyumas,banih harang, banih wayan, banih banar, banih kalapa, banih uluran, banih ambulung, banih patiti,banih benyumbang, banih santan lilin, dan banih sabuk.
Selain itu juga terdapat varietas padi lakatan atau pulut (ketan), seperti banih kariwaya, banih kalatan,banih harang, banih samad, banih saluang.
Dari 28 varietas tersebut padi buyung dan padi arai yang paling banyak dikembangkan karena rasanya yang enak, padi ditanam di lahan keting di lembah atau lereng sampai kemiringan 60 derajat, kata Mustari.
Selain itu budaya lain yang diteliti adalah atraksi budaya yang disebut “mahanyari,” sebuah upacara sakral ucapan terimakasih kepada sang pencipta saat pesta panen.
Kemudian masyarakat Dayak meratus juga diketahui memiliki kebudayaan memanfaatkan lahan yang disebut “Tanah Diagih.”
Tanah diagih bagaimana masyarakat Dayak Meratus membagi lahan menurut fungsi dan peruntukannya, dan ini telah berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut adat istiadat Dayak Meratus, tanah atau hutan adat dibagi menjadi hutan lindung, hutan adat, hutan kramat, serta hutan pamali.
Hutan lindung adalah hutan yang diperuntukkan untuk menjadi sumber air dan mencegah banjir dan erosi serta untuk menjaga kesuburan tanah.
Di hutan lindung tidak diperkenankan menebang pohon dan akar-akaran serta tidak membuka ladang karena dianggap dapat merusak lingkungan.
Kemudian hutan adat adalah hutan yang terutama diperuntukkan sebagai sumber buah dan getah seeperti getah damar.
Sedangkan hutan keramat adalah hutan yang terdapat di lahan uburan, tempat arwah nenek moyang mereka bersemayam.
Di hutan keramat tidak diperbolehkan menebang kayu karena dianggap keramat, dan apabila terjadi pelanggaran, mereka percaya bahaya akan menimpa.
Yang terakhir hutan pamali adalah hutan tempat pemujaan, dimana terdapat terdapat pohon-pohon yang dianggap keramat misalnya pohon Kariwaya (sejenis pohon beringin).
Tim juga menemukan keramik ebanyak 14 macam, terdiri dari empat piring keramik, enam mangkuk keramik, tiga gamelan kuningan dan satu tatakan kuningan.
Seorang penemu kramik kepada tim menuturkan penemuan benda-benda kuno ini ketika sedang melaksanakan penggalian untuk pendulangan emas.
Keramik yang ditemukan tersimpan dalam satu gentong yang atasnya ditutup dengan gamelan pada kedalaman sekitar 2 meter.
Berdasarkan data di sepanjang Pegunungan Meratus ini memang kaya akan kandungan plora dan fauna, dan sekarang kawasan ini sudah banyak perkebunan karet.
Secara geografis kawasan Pegunungan Meratus terletak di antara 115°38¿00″ hingga 115°52¿00″ Bujur Timur dan 2°28¿00″ hingga 20°54¿00″ Lintang Selatan.
Pegunungan ini menjadi bagian dari 8 kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, Banjar dan Tapin.
Pegunungan Meratus merupakan kawasan berhutan yang bisa dikelompokkan sebagai hutan pegunungan rendah.
Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan beberapa vegetasi dominan.
Vegetasi dominan tersebut seperti Meranti Putih (Shorea spp), Meranti Merah (Shorea spp), Agathis (Agathis spp), Kanari (Canarium dan Diculatum BI), Nyatoh (Palaquium spp), Medang (Litsea sp), Durian (Durio sp), Gerunggang (Crotoxylon arborescen BI), Kempas (Koompassia sp), Belatung (Quercus sp).

aku bersama para anggota tim
193 temuan
Dalam keterangan kerakhir tim saat bersilaturahmi dengan Bupati HST Kalsel, Haji Harun Nurasid terungkap tim ini berhasil mencatat 193 temuan.
Mayor Komaruddin mengatakan Pulau Kalimantan yang merupakan salah satu pulau besar di dunia dan merupakan paru-paru dunia menjadi sasaran tim ekspedisi yang memerlukan penanganan optimal.
“Kalimantan memiliki kekayaan alam dan mineral melimpah yang belum terjamah manusia, namun kondisi alamnya menurun dan beberapa satwanya hampir punah, sehingga perlu ditangani secara baik oleh kita semua” ujarnya.
Lebih lanjut, Komaruddin memaparkan bahwa objek utama penjelajahan tim ekspedisi untuk melestarikan dan melindungi kawasan Pegunungan Meratus yang memiliki keanekaragaman hayati, fauna dan sebagai kawasan resapan air dan menjadi hulu daerah aliran sungai.
Bupati pada kesempatan yang sama juga mengucapkan terima kasih kepada tim ekspedisi karena sudah menjelajah dan meneliti hasil temuan yang ada di pegunungan meratus.
“Saya berharap kepada para personel tim ekspedisi agar menuntaskan penjelajahan dan penelitiannya, dan hasil temuannya seyogianya bisa disampaikan ke kemerintah daerah,” ujarnya.
Selain itu, Harun juga menyampaikan bahwa hasil penjelajahan ini sangat luar biasa karena banyak sekali flora dan fauna serta keanekaragaman hayati yang belum terjamah oleh manusia.

Diantara temuan2 tim