“MELINGAI” IKUT LOMBA ANGKAT LUMPUR SELAMATKAN AIR

https://wordpress.com/stats/day/hasanzainuddin.wordpress.com

Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin,22/3 (Antara)- “Kami tak terlalu berharap adanya jembatan layang, kami tidak terlalu butuh hotel mewah dan mal atau pusat perbelanjaan yang gemerlapan. Yang kami butuhkan justru sungai yang baik dengan persediaan air bersih yang cukup, karena itulah pembangunan untuk kehidupan,” kata sekelompok pemuda sebagai peserta lomba angkat lumpur.
“Buat apa bangunan fisik mewah kalau air bersih tidak ada, karena hal itu sama saja dengan bunuh diri, makanya kami bertekad menyelamatkan persediaan air di muka bumi ini,” kata kelompok pemuda dari komunitas Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang jadi peserta, saat diwawancarai beberapa kru televisi dari TVRI, Antaranews TV, dan BanjarTV usai lomba angkat lumpur yang dibuka Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina tersebut.
Dalam lomba angkat lumpur yang diselanggarakan Balai Wilayah Sungai Kalimantan II bekerjasama dengan Pemkot Banjarmasin, Korem 101 Antasari, dan Kodam Mulawarman tersebut diikuiti 400 peserta dibagi dalam 40 kelompok, salah satunya adalah peserta dari Melingai Banjarmasin tersebut.
Lomba yang berlangsung di Sungai Teluk Dalam Kota Banjarmasin tersebut dalam kaitan Hari Air Sedunia ke-25 yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2017 hari Rabu ini. Tampak kemeriahan dan semangat dari para peserta yang terdiri dari kalangan berbagai komunitas, kelompok pecinta lingkungan, masyarakat cinta sungai, regu pemadam kebakaran, pelajar, mahasiswa, dan kelompok masyarakat lainnya.
Semangat dari pecinta lingkungan “Melingai” tersebut agaknya berasalasan karena Banjarmasin yang dikenal sebagai “kota seribu sungai” tersebut kini kondisi sungainya sudah memprihatinkan, dari 150 sungai yang ada sebelumnya, kini tinggal 102 sungai, karena selebihnya sudah mati lantaran sidementasi, terkena pengembangangan perkotaan, gulma, dan smpah rumah tangga dan limbah.
Kandungan bakteri koliform di sungai Banjarmasin yang berhulu di Pegunungan Meratus tersebut sudah sangat memprihatinkan, lantaran mencapai belasan ribu PPM, idealnya kandungan bakteri tersebut di air sungai hanya 250 PPM saja.
Itu lantaran air sungai tercemar berat tinja manusia setelah penanganan sanitasi di kota berpenduduk sekitar 800 ribu jiwa itu tidak tertangani dengan baik, sementara Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah (PD Pal) hanya mampu merekrut lima persen pelanggan dari jumlah penduduk keseluruhan.
Rusaknya sungai di Banjarmasin juga ditandai dengan intrusi air laut yang begitu jauh ke hulu sungai yang menandakan areal resapan air atau kesmen area di Pegunungan Meratus sudah rusak akibat penebangan kayu secara liar dan penambangan, akhirnya debet air berkurang sehingga tekanan ke hilir melemah dan tekanan air laut ke hulu sungai kian menguat.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih, Kota Banjarmasin, sudah seringkali mengeluarkan keluhan menyusul kian menyusutnya persediaan air baku untuk diolah menjadi air bersih di perusahaan tersebut.
“Dalam sejarah tak pernah air laut intrusi jauh ke hulu di Sungai Martapura yang selama ini menjadi sumber bahan baku air PDAM kami, sekarang sudah sampai ke Sungai Tabuk, padahal Sungai Tabuk adalah lokasi terbesar pengambilan air baku perusahaan kami,” kata Direktur PDAM Bandarmasih, Ir Muslih.
Kerisauan akan minimnya persediaan air tersebut terus mengemuka di kalangan masyarakat, karena berdasarkan catatan jumlah air tawar di dunia ini hanya tiga persen dibandingkan air laut, dan dari tiga persen air tawar tersebut hanya tiga persen saja yang bisa dimanfaatkan untuk air minum, yakni air permukaan seperti air sungai itu.
Oleh karena itu, jika air permukaan yang berada di aliran sungai tersebut rusak maka air bersih akan menjadi rebutan, dan dikhawatirkan air bersih akan lebih mahal ketimbang dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dikhawatirkan pula kedepan peperangan antarnegara atau bangsa boleh jadi karena merebutkan persediaan air bersih ini saja.
Makanya, oleh pecinta lingkungan seperti “Melingai” ini keinginan mempertahankan persediaan air sungai sebagai air minum itu lebih penting dari segala-galanya, karena kehidupan apapun di dunia ini pasti ada ketergantungan dengan persoalan air ini.
“Melingai” yang dibentuk oleh kalangan pecinta lingkungan di kota sungai ini, tadinya hanya beberapa orang saja, namun sekarang semakin banyak yang terlibat dalam kelompok ini yang selalu melakukan kegiatan atau aksi lingkungan setiap hari Sabtu atau Minggu.
Kegiatannya antara lain membersihkan sampah yang mengapung di sungai, membersihkan selokan dan drainase, serta penanaman pohon penghijauan di bantaran sungai, membersihkan gulma sungai, tak kurang dari 7000 pohon sudah ditanam, termasuk memperindah sungai-sungai kecil dengan tanaman teratai.
Dengan komitmen demikianlah maka “Melingai” pun tak ingin ketertinggalan dalam lomba angkat lumpur yang tujuannya selain merehabilitasi sungai sekaligus sebagai kegiatan edukasi kepada masyarakat untuk sama-sama memelihara sungai.

Air dan Air Limbah

Pada peringatan hari air se-dunia kali ini bertema “air dan air limbah” yang keinginannya mengajak semua pihak mempertahankan ketersediaan air dan pengelolaan air limbah secara baik sebagai investasi kehidupan ke depan.
Berdasarkan catatan, salah satu dari 17 target Sustainable Development Goals (SDG 20130) memastikan akses air bersih dan sanitasi untuk semua. Sekarang ini kelangkaan air berdampak pada 40 persen orang di seluruh dunia, lebih dari 663 juta orang hidup tanpa pasokan air bersih dekat dengan rumahnya.
Angka itu diperkirakan kian mengkhawatirkan seiring kian bertambahnya penduduk bumi ini, tahun 2050 penduduk bumi ditaksir sembilan miliar orang. Diperkirakan pula satu di antara empat orang akan terdampak oleh kekurangan air.
Indonesia banyak tantangan penyediaan air baku untuk air bersih dan pengelolaan air limbah, cakupan pelayanan baru sekitar 70 persen maka diperlukan daya dukung air baku yang besar.
Pelayanan air minum jaringan perpipaan masih 20 persen itupun sebagian besar berada di perkotaan. Kondisi ini disebabkan insfrastruktur yang ada belum dimanfaatkan secara optimal dan kurang maksimalnya pemasangan pipa distribusi dan sambungan rumah.
Kondisi diperparah adanya pencemaran air, pengelolaan daerah tangkapan air yang kurang baik, dan fenomena perubahan iklim. Perubahan iklim terbukti mempengaruhi siklus air sehingga memperpanjang kemarau, meningkatnya intensitas hujan, dan menaikan permukaan alur sehingga meningkatkan kawasan banjir dan kekeringan.
Dari sisi suplai air baku, dihadapkan tantangan degradasi DAS di daerah hulu, menurunnya debit pada sumber-sumber air, dan tingginya laju sidimentasi pada tumpungan-tumpungan air, seperti bendungan, embung, danau, dan situ.
Selain itu kualitas air semakin rendah akibat tingginya tingkat pencemaran pada sungai dan sumber-sumber air lainnya.
Melihat kenyataan tersebut sudak selayaknya seluruh masyarakat memelihara sumber-sumber air yang ada di muka bumi ini, dan membentuk kelompok-kelompok kepedulian terhadap lingkungan hidup, seperti memelihara hutan sebagai kawasan resapan air, menjaga sungai sebagai tempat penyimpanan air, dan melakukan rehabilitasi melalui gerakan penanaman pohon, pembersihan sungai hingga setidaknya kedepan mengurangi keluhan mengenai ketersediaan air bersih ini.
“Melingai” dari Kota Banjarmasin yang kini sudah beranggotakan ratusan orang selalu melakukan aksi-aksi untuk menyentuh perasaan masyarakat agar ikut berkiprah memelihara lingkungan, khususnya menjaga sungai agar tidak dikotori oleh limbah-limbah, tak membuang sampah sembarangan, jangan pula menebang pohon kawasan resapan air karena ketersediaan air bersih sebenarnya itulah pembangunan dan kehidupan yang sesungguh-sungguhnya. ***4****1234

https://www.facebook.com/groups/1418569291713085/

“MELINGAI” INSPIRATOR BAGI MASYARAKAT LESTARIKAN SUNGAI

Oleh Hasan Zainuddin


Banjarmasin, 8/12 (Antara) – Secara tak terduga sekelompok orang yang tergabung dalam komunitas pecinta lingkungan, Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, dinyatakan sebagai juara nasional dalam lomba masyarakat peduli sungai se-Indonesia.

Piagam dan piala tersebut diserahkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dr Ir Mochamad Basoeki Hadimoeljono, M.Sc saat peringatan Hari Bakti PU yang berlangsung di halaman kantor Kementerian PUPR di Jakarta, Sabtu, 3 Desember 2016.

“Ini benar-benar tak terduga, kok kita bisa juara,” kata Wakil Ketua Melingai Banjarmasin Mohammad Ary.

Pasalnya, dari awal dibentuknya organisasi tanggal 19 Agustus 2015 tak pernah mencari target, apalagi juara. Semua yang dilakukan hanyalah semata bekerja dan bekerja untuk membersihkan lingkungan, khususnya sungai, serta melakukan penghijauan di beberapa lokasi di kota ini.

“Kami ini bukan siapa-siapa, dan tak ingin menjadi siapa-siapa, niat kami melakukan ini semata karena Allah, dan ingin melestarikan lingkungan, makanya kami selalu aksi setiap Sabtu atau Minggu,” katanya.

Melingai yang selalu aksi bersama Forum Komunitas Hijau di wilayah yang berjuluk “Kota Seribu Sungai” tersebut, sebagian besar anggotanya adalah kalangan anak muda tetapi digerakkan oleh para senior yang memang sudah tua.

Kelompok ini sudah menanam ribuan pohon penghijauan di beberapa ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin dan sekitarnya, serta aksi membersihkan sungai dan menanam pohon penahan abrasi di beberapa lokasi di pinggiran sungai.

Banjarmasin dikenal sebagai kota sungai lantaran terdapat 102 sungai dan yang terbesar adalah Sungai Barito dan Sungai Martapura.

Dalam aksi kelompok yang selalu menggunakan sepeda tua (ontel) dan menggunakan wadah non plastik yang disebut “butah” ini selalu mengajak masyarakat setempat untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan lingkungan.

Tujuan aksi bukan saja ke kawasan permukiman padat penduduk, tetapi juga ke sekolah-sekolah mengingat ada sekitar 300 ribu anak pelajar yang harus ditanamkan kecintaan terhadap lingkungan, dan mereka diharapkan menjadi generasi emas ke depan.

Organisasi ini tidak memiliki kartu keanggotaan, tetapi dikatakan organisasi ini bagaikan sebuah kapal besar tanpa pagar yang terus berlayar, silakan masuk jika ingin ikut dan silakan keluar jika tak ingin ikut lagi, tak ada ajakan, apalagi pemaksaan, semuanya berdasarkan kerelaan hati.

Dalam setiap kali bekerja kelompok ini tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang memberi upah, dan tidak mencari perhatian, serta tidak mencari penghargaan, semata karena ingin lingkungan baik saja. Kalau ada biaya seperti untuk makan dan minum atau peralatan semuanya gotong royong atau urunan dari kantong masing-masing anggota.

Sementara motto atau slogan kelompok ini adalah “bekerja, berkarya, bergembira, berbahagia, dan awet muda,” makanya setiap kali ada aksi selalu ada perasaan gembira sehingga para anggota tak pernah malas untuk ikut berkiprah menjaga lingkungan.

Tetapi setelah melihat aksi yang selalu dilakukan kelompok ini setiap minggu maka selalu saja banyak masyarakat yang terpanggil hatinya untuk ikut berkiprah meletarikan sungai.

Bahkan belakangan masyarakat terlibat dalam lomba membersihkan sungai sekaligus membentuk pemangku sungai di 52 kelurahan yang ada di kota berpenduduk sekitar 800 ribu jiwa ini.

Lantaran keberadaan kelompok Melingai ini yang dinilai unik maka oleh Balai Wilayah Sungai Kementerian PUPR dilibatkan mewakili Provinsi Kalsel dalam lomba tingkat nasional pada tahun 2016.

Pemberitahuan keikutsertaan itupun terlalu singkat, hanya 10 hari, sehingga para anggota Melingai bekerja keras mengumpulkan kliping dan data serta foto dan rekaman video sebagai bukti dalam setiap kegiatan sebelumnmya.

Sementara provinsi lain yang sudah terbiasa ikut lomba yang diselenggarakan Kementerian PUPR ini sudah mempersiapkan segala sesuatunya.

Semua data dan dokumen pendukung itu yang dipaparkan oleh Wakil Ketua Melingai Mohammad Ary di hadapan dewan yuri dari Kekenterian PUPR dan perguruan tinggi.

Dalam penilaian pertama lomba yang digelar Ditjen Sumberdaya Air Kementerian PUPR di Kota Banjarmasin itu, menempatkan Melingai selaku tuan rumah berada di urutan empat nilai 107 dari enam kelompok yang dinominasikan.

Pada lomba yang berlangsung tiga hari diikuti 18 kelompok masyarakat peduli sungai yang berasal dari 18 provinsi di tanah air tersebut, tiga dewan juri menempatkan nominasi pertama adalah Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) Yogyakarta dengan nilai 113.

Sementara kelompok masyarakat dari Peguyuban Pengendali dan Penanganan Air Pasang Panggung Lor (P5L) Kota Semarang sebagai nominasi kedua dengan nilai 110.

Sedangkan nominasi ketiga dari Jawa Barat dari kelompok masyarakat Ekolink dengan nilai 109. Nominasi kelima yakni Santri Jogo Kali dari Jawa Timur dengan nilai 102 dan nominasi terakhir berasal dari Komunitas Peduli Sungai Batu Bulan Maluku dengan nilai 102.

Dari enam nominator ini kemudian diuji lagi untuk menentukan juara setelah tim juri melakukan peninjauan lapangan ke lokasi kelompok masyarakat tersebut berada.

Setelah dewan juri meninjau dan menggodok apa yang dilakukan Melingai di Banjarmasin, hingga pada penilaian terakhir, kelompok ini dinyatakan sebagai juara pertama. Juara dua Forum Komunikasi Winongo Asri Yogyakaaarta dan juara III Peguyuban Pengendali dan Penanganan Air Pasang Panggung Kota Semarang.

Juara IV Ekoling Jawa Barat, Juara V Joko Kali Jawa Timur dan Juara VI Masyarakat Peduli Sungai Batu Bulan, Maluku.

Para juara ini lalu diundang ke Jakarta menerima piala dan penghargaan pada hari Bakti PUPR sekaligus bagi Melingai mengambil hadiah berupa kendaraan roda tiga dan seperangkat alat pengeras suara untuk aksi.

Setibanya di Jakarta, saat upacara hari Bakti PUPR, Menteri PUPR menyatakan apresiasinya terhadap keberadaan Melingai.

“Teruskan kerja kalian, dan kalian sudah berhasil mengajak warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih, khususnya sungai, itu sesuatu yang perlu memperoleh dukungan,” katanya saat berbincang dengan anggota Melingai, di Jakarta (3/12).

Menteri PUPR yang sedikit-sedikit pandai berbahasa Banjar, lantaran pernah tinggal di kawasan Kacapiring Banjarmasin itu mendatangi sendiri enam anggota Melingai yang berada di lokasi upacara.

Ketertarikan Menteri PUPR terhadap anggota Melingai tersebut, juga menjadi perhatian banyak orang di lokasi peringatan hari Bakti PU. Rupanya pemakaian topi kuning yang dikenakan anggota dan atribut yang dikenakan berupa wadah ramah lingkungan non plastik yang disebut “butah”
Setibanya di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dari Jakarta rombongan Melingai Juga memperoleh sambutan hangat dari Gubernur Kalsel Sahbirin Noor atau Paman Birin yang kala itu mengajak foto bersama dengan para anggota sekaligus berpesan Melingai tetap berperan sebagai ujung tombak pemeliharaan sungai di wilayah ini.

Video Kegiatan Melingai


https://www.youtube.com/watch?v=YmJ3BpwfDgc https://www.youtube.com/watch?v=VjglNErJBfw

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aneka Foto Kegiatan Melingai


1

2 3

4 5

6 7

9 10

“MELINGAI” HARAPAN BARU BAGI PELESTARIAN SUNGAI

20150901melingaigambar

 

 

 

 

Oleh Hasan Zainuddin

 

“Sangat Elok,” demikian komantar Mdnoh Rahidin, wisatawan Malaysia ketika mengunjungi Kota Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, belum lama.

Ketika ditanya apa yang membuat wisatawan “susur galur” (mencari juriat) tersebut terpesona terhadap kota berpenduduk sekitar 800.000 jiwa dengan luas hanya sekitar 92 kilometer persegi tersebut.

Ia mengaku melihat begitu banyak sungai yang melingkar-lingkar yang membelah kota paling selatan pulau terbesar di Indonesia itu.

“Tidak ada daerah lain memiliki sebanyak sungai seperti di Banjarmasin ini. Jika sungai-sungai ini lebih ditata, kota Banjarmasin akan mengalahkan kota wisata sungai Malaysia, Malaka,” kata wisatawan yang membawa empat saudaranya mencari keluarga yang terpisah, puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun tersebut.

Pernyataan wisatawan keturunan Suku Banjar yang sejak datuk (atok) berada di Malaysia tersebut, satu di antara pernyataan “kagum” dari puluhan, bahkan ratusan pengunjung ke kota berjuluk “kota seribu sungai” (City of Thousand Rivers) Banjarmasin ini atas keberadaan sungai-sungai di kota tersebut.

Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Banjarmasin Ir. Fajar Desira mengakui wilayah ini dialiri banyak sungai, baik sungai besar seperti Sungai Barito dan Sungai Martapura maupun sungai kecil, ditambah anak-anak sungai dan kanal.

Hanya saja keberadaan sungai-sungai yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat setempat itu kini mulai rusak, tercemar gulma, tercemar sampah, pendangkalan yang hebat, bahkan penyembitan akibat perkembangan kota dan permukiman.

“Dahulu sungai di Banjarmasin jumlahnya mencapai 150 buah. Namun, hasil inventarisasi belakangan tinggal 102 buah. Sungai itu mati akibat pendangkalan dan berubah fungsi menjadi permukiman dan perkembangan kota lainnya,” kata perencana yang dikenal sebagai perancang Kota Banjarmasin tersebut.

Menurut dia, panjang sungai yang membelah dan mengaliri kota yang dikenal dengan wisata sungai “pasar terapung” tersebut mencapai 185.000 meter.

Melihat kenyataan tersebut, kata mantan Kepala Dinas PU Kota Banjarmasin itu, wajar jika arah pembangunan kota wisata sungai ini berorientasi bagaimana sungai-sungai tersebut menjadi penggerak perekonomian masyarakat.

Selain itu, sungai dikembalikan fungsinya sebagai drainase, sebagai alat transportasi, dan sarana komunikasi, terutama sebagai sarana kepariwisataan pada masa mendatang.

Untuk menjurus sebagai kota wisata tersebut, sejak 10 tahun terakhir ini sudah banyak yang dilakukan pemerintah setempat, di antaranya pembangunan siring sebagai lokai “water front City” (kota bantaran sungai), ratusan miliar rupiah sudah dikeluarkan guna mewujudkan sarana tersebut.

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Drainase (SDA) Banjarmasin Ir. Muryanta mengatakan bahwa kota ini tidak memiliki sumber daya alam, seperti hutan dan tambang, maka pilihan penggerak ekonomi masyarakat adalah sungai-sungai tersebut.

Oleh karena itu, dibangun siring sekitar 3 kilometer dari 5 kilometer yang direncanakan di lokasi tersebut akan tersedia fasilitas taman, tempat bermain, wisata kuliner, patung bekantan, pasar terapung, kedai terapung, menara pandang (pantau), dan pusat cendera mata.

“Siring yang sedang diselesaikan menjadi 5 kilometer itu, ada wisata kuliner di kampung ketupat, ada wisata cendera mata di kampung sasirangan, ada wisata ikan di tempat pelelangan ikan,” katanya.

Muryanta menjelaskan pembangunan siring tersebut memperoleh dukungan pemerintah provinsi dan pusat seperti dari Balai Sungai Kementerian PU.

Untuk mendukung wisata sungai tersebut, kini sudah dibangun sejumlah dermaga angkutan sungai, seperti kelotok (perahu bermotor), spead boat, dan sampan (jukung), untuk memudahkan perjalanan wisata susur sungai.

Bahkan, kata Muryanta, ratusan jembatan dibuat melengkung agar di bawahnya bisa dilalui oleh perahu-perahu wisata tersebut.

Ia menilai keinginan kuat pemerintah untuk mewujudkan Kota Banjarmnasin sebagai kota wisata itu akan terwujud jika adanya dukungan seluruh masyarakat, apalagi adanya keinginan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang didukung Kementerian Pekerjaan Umum, yakni “Kemitraan Habitat,” untuk menjadikan kota ini bagaikan kota air yang terkenal, seperti di Venesia Italia.

Melingai

Untuk mewujudkan keinginan kuat pemerintah mewujudkan Kota Banjarmasin sebagai kota air, dengan segala persoalan tersebut di atas, maka diperlukan partisipasi yang nyata pula di tengah masyarakat. Pasalnya, jika keinginan tersebut tidak melibatkan masyarakat secara luas, keinginan tersebut tak bakalan tercapai.

Oleh karena itulah, sejumlah organisasi masyarakat yang berorientasi lingkungan mencoba berhimpun dalam satu wadah yang mengkhususkan diri terhadap pelestarian sungai yang disebut “Melingai”.

Dinamakan “Melingai” karena itu sebuah singkatan Masyarakat Peduli Sungai. Akan tetapi, arti harfiah dari melingai itu sendiri dalam bahasa lokal (Banjar) artinya membersihkan.

Pendirian organisasi masyarakat tersebut kumpulan dari banyak organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Pencinta Pohon, Forum Komunitas Hijau, Pena Hijau, Sahabat Bekantan Indonesia, dan organisasi lainnya, termasuk Satuan Polisi Air (Sapol Air) Banjarmasin yang pada tanggal 19 Agustus 2015 mengadakan pertemuan pertama sekaligus pembentukan pengurus yang diketuai Ferry Husain, kemudian dibantu tiga wakil ketua serta bidang-bidang.

Setelah pembentukan organisasi tersebut, langsung membuka jejaring sosial atau melalui, seperti Facebook, Twitter, dan wibe site, untuk mengimpun sukarelawan yang ingin berpartisipasi dalam pelestarian sungai tersebut.

Ternyata organisasi ini memperoleh respons positif masyarakat sehingga banyak yang menyatakan bersedia bergabung menjadi sukarelawan, yang tugasnya nanti antaranya memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menanam pohon penghijauan di pinggir sungai, pembersihan sampah di sungai, pelepasliaran bibit ikan, penghapusan budaya jamban, dan memberikan pengertian dampak negatif perumahan yang mengancam keberadaan sungai.

Tugas lainnya Melingai adalah memberikan pengertian begitu vitalnya daerah resapan air di Pegunungan Meratus yang selama ini menjadi “Tandon Air Tawar Raksasa” yang merupakan hulu dari sungai-sungai di Banjarmasin yang harus diselamatkan dan direhabilitasi.

Aksi lapangan pertama yang dilakukan puluhan anggota Melingai pada tanggal 30 Agustus, yakni melakukan pembersihan sungai dari tumpukan sampah yang mengapung di air, sampah yang berada di daratan kawasan Pasar Terapung kompleks wisata Siring Jalan Pire Tendean.

Berdasarkan pemantauan aksi tersebut ternyata memberikan dampak positif di lokasi yang selalu memperoleh ribuan pengunjung setiap hari libur tersebut karena lokasi tersebut menjadi bersih dari sampah.

“Biasanya di lokasi ini bertaburan sampah. Akan tetapi, setelah aksi Melingai, alhamdulillah lokasi sini menjadi bersih karena para pedagang dan pengunjung dengan merasa malu sendiri tak membuang sampah secara sembarangan setelah melihat aksi Melingai,” kata Ruslan, pengunjung.
Ruslan berharap pengelola lokasi siring itu untuk menempatkan lebih banyak bak-bak sampah penampungan agar masyarakat dan pedagang tidak susah mencari bak sampah. Apalagi, bak sampah yang ada sekarang ini tidak memadai jika dibandingkan dengan luasnya lokasi tersebut.

Menurut Ferry Husain, melihat respons positif tersebut maka aksi akan terus dijadwalkan secara berkala ke berbagai sasaran dengan melibatkan lebih banyak sukarelawan. Jadwal terdekat pada tanggal 27 September 2015, pusat tetap di Siring Tendean, tetapi untuk pembersihan sampah sungai dan tempat lain untuk penanaman penghijauan pinggir sungai dan pelepasliaran bibit ikan.

Ia berharap dengan kian banyak sukarelawan, kian banyak yang akan termotivasi melestarikan sungai sehingga ke depan kota ini benar-benar menjadi kota wisata, kota budaya, dan kota perdagangan yang berbasis sungai untuk memperkuat julukan “Kota dengan Seribu Sungai.”