https://wordpress.com/stats/day/hasanzainuddin.wordpress.com
Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin,22/3 (Antara)- “Kami tak terlalu berharap adanya jembatan layang, kami tidak terlalu butuh hotel mewah dan mal atau pusat perbelanjaan yang gemerlapan. Yang kami butuhkan justru sungai yang baik dengan persediaan air bersih yang cukup, karena itulah pembangunan untuk kehidupan,” kata sekelompok pemuda sebagai peserta lomba angkat lumpur.
“Buat apa bangunan fisik mewah kalau air bersih tidak ada, karena hal itu sama saja dengan bunuh diri, makanya kami bertekad menyelamatkan persediaan air di muka bumi ini,” kata kelompok pemuda dari komunitas Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang jadi peserta, saat diwawancarai beberapa kru televisi dari TVRI, Antaranews TV, dan BanjarTV usai lomba angkat lumpur yang dibuka Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina tersebut.
Dalam lomba angkat lumpur yang diselanggarakan Balai Wilayah Sungai Kalimantan II bekerjasama dengan Pemkot Banjarmasin, Korem 101 Antasari, dan Kodam Mulawarman tersebut diikuiti 400 peserta dibagi dalam 40 kelompok, salah satunya adalah peserta dari Melingai Banjarmasin tersebut.
Lomba yang berlangsung di Sungai Teluk Dalam Kota Banjarmasin tersebut dalam kaitan Hari Air Sedunia ke-25 yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2017 hari Rabu ini. Tampak kemeriahan dan semangat dari para peserta yang terdiri dari kalangan berbagai komunitas, kelompok pecinta lingkungan, masyarakat cinta sungai, regu pemadam kebakaran, pelajar, mahasiswa, dan kelompok masyarakat lainnya.
Semangat dari pecinta lingkungan “Melingai” tersebut agaknya berasalasan karena Banjarmasin yang dikenal sebagai “kota seribu sungai” tersebut kini kondisi sungainya sudah memprihatinkan, dari 150 sungai yang ada sebelumnya, kini tinggal 102 sungai, karena selebihnya sudah mati lantaran sidementasi, terkena pengembangangan perkotaan, gulma, dan smpah rumah tangga dan limbah.
Kandungan bakteri koliform di sungai Banjarmasin yang berhulu di Pegunungan Meratus tersebut sudah sangat memprihatinkan, lantaran mencapai belasan ribu PPM, idealnya kandungan bakteri tersebut di air sungai hanya 250 PPM saja.
Itu lantaran air sungai tercemar berat tinja manusia setelah penanganan sanitasi di kota berpenduduk sekitar 800 ribu jiwa itu tidak tertangani dengan baik, sementara Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah (PD Pal) hanya mampu merekrut lima persen pelanggan dari jumlah penduduk keseluruhan.
Rusaknya sungai di Banjarmasin juga ditandai dengan intrusi air laut yang begitu jauh ke hulu sungai yang menandakan areal resapan air atau kesmen area di Pegunungan Meratus sudah rusak akibat penebangan kayu secara liar dan penambangan, akhirnya debet air berkurang sehingga tekanan ke hilir melemah dan tekanan air laut ke hulu sungai kian menguat.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih, Kota Banjarmasin, sudah seringkali mengeluarkan keluhan menyusul kian menyusutnya persediaan air baku untuk diolah menjadi air bersih di perusahaan tersebut.
“Dalam sejarah tak pernah air laut intrusi jauh ke hulu di Sungai Martapura yang selama ini menjadi sumber bahan baku air PDAM kami, sekarang sudah sampai ke Sungai Tabuk, padahal Sungai Tabuk adalah lokasi terbesar pengambilan air baku perusahaan kami,” kata Direktur PDAM Bandarmasih, Ir Muslih.
Kerisauan akan minimnya persediaan air tersebut terus mengemuka di kalangan masyarakat, karena berdasarkan catatan jumlah air tawar di dunia ini hanya tiga persen dibandingkan air laut, dan dari tiga persen air tawar tersebut hanya tiga persen saja yang bisa dimanfaatkan untuk air minum, yakni air permukaan seperti air sungai itu.
Oleh karena itu, jika air permukaan yang berada di aliran sungai tersebut rusak maka air bersih akan menjadi rebutan, dan dikhawatirkan air bersih akan lebih mahal ketimbang dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dikhawatirkan pula kedepan peperangan antarnegara atau bangsa boleh jadi karena merebutkan persediaan air bersih ini saja.
Makanya, oleh pecinta lingkungan seperti “Melingai” ini keinginan mempertahankan persediaan air sungai sebagai air minum itu lebih penting dari segala-galanya, karena kehidupan apapun di dunia ini pasti ada ketergantungan dengan persoalan air ini.
“Melingai” yang dibentuk oleh kalangan pecinta lingkungan di kota sungai ini, tadinya hanya beberapa orang saja, namun sekarang semakin banyak yang terlibat dalam kelompok ini yang selalu melakukan kegiatan atau aksi lingkungan setiap hari Sabtu atau Minggu.
Kegiatannya antara lain membersihkan sampah yang mengapung di sungai, membersihkan selokan dan drainase, serta penanaman pohon penghijauan di bantaran sungai, membersihkan gulma sungai, tak kurang dari 7000 pohon sudah ditanam, termasuk memperindah sungai-sungai kecil dengan tanaman teratai.
Dengan komitmen demikianlah maka “Melingai” pun tak ingin ketertinggalan dalam lomba angkat lumpur yang tujuannya selain merehabilitasi sungai sekaligus sebagai kegiatan edukasi kepada masyarakat untuk sama-sama memelihara sungai.
Air dan Air Limbah
Pada peringatan hari air se-dunia kali ini bertema “air dan air limbah” yang keinginannya mengajak semua pihak mempertahankan ketersediaan air dan pengelolaan air limbah secara baik sebagai investasi kehidupan ke depan.
Berdasarkan catatan, salah satu dari 17 target Sustainable Development Goals (SDG 20130) memastikan akses air bersih dan sanitasi untuk semua. Sekarang ini kelangkaan air berdampak pada 40 persen orang di seluruh dunia, lebih dari 663 juta orang hidup tanpa pasokan air bersih dekat dengan rumahnya.
Angka itu diperkirakan kian mengkhawatirkan seiring kian bertambahnya penduduk bumi ini, tahun 2050 penduduk bumi ditaksir sembilan miliar orang. Diperkirakan pula satu di antara empat orang akan terdampak oleh kekurangan air.
Indonesia banyak tantangan penyediaan air baku untuk air bersih dan pengelolaan air limbah, cakupan pelayanan baru sekitar 70 persen maka diperlukan daya dukung air baku yang besar.
Pelayanan air minum jaringan perpipaan masih 20 persen itupun sebagian besar berada di perkotaan. Kondisi ini disebabkan insfrastruktur yang ada belum dimanfaatkan secara optimal dan kurang maksimalnya pemasangan pipa distribusi dan sambungan rumah.
Kondisi diperparah adanya pencemaran air, pengelolaan daerah tangkapan air yang kurang baik, dan fenomena perubahan iklim. Perubahan iklim terbukti mempengaruhi siklus air sehingga memperpanjang kemarau, meningkatnya intensitas hujan, dan menaikan permukaan alur sehingga meningkatkan kawasan banjir dan kekeringan.
Dari sisi suplai air baku, dihadapkan tantangan degradasi DAS di daerah hulu, menurunnya debit pada sumber-sumber air, dan tingginya laju sidimentasi pada tumpungan-tumpungan air, seperti bendungan, embung, danau, dan situ.
Selain itu kualitas air semakin rendah akibat tingginya tingkat pencemaran pada sungai dan sumber-sumber air lainnya.
Melihat kenyataan tersebut sudak selayaknya seluruh masyarakat memelihara sumber-sumber air yang ada di muka bumi ini, dan membentuk kelompok-kelompok kepedulian terhadap lingkungan hidup, seperti memelihara hutan sebagai kawasan resapan air, menjaga sungai sebagai tempat penyimpanan air, dan melakukan rehabilitasi melalui gerakan penanaman pohon, pembersihan sungai hingga setidaknya kedepan mengurangi keluhan mengenai ketersediaan air bersih ini.
“Melingai” dari Kota Banjarmasin yang kini sudah beranggotakan ratusan orang selalu melakukan aksi-aksi untuk menyentuh perasaan masyarakat agar ikut berkiprah memelihara lingkungan, khususnya menjaga sungai agar tidak dikotori oleh limbah-limbah, tak membuang sampah sembarangan, jangan pula menebang pohon kawasan resapan air karena ketersediaan air bersih sebenarnya itulah pembangunan dan kehidupan yang sesungguh-sungguhnya. ***4****
https://www.facebook.com/groups/1418569291713085/
Filed under: lingkungan, Sosial, Uncategorized | Tagged: angkat lumpur, banjarmasin kota air, Forum Komunitas Hijau, hari air dunia, krisis air, Masyarakat Peduli Sungai, Melingai, Nelingai, sungai banjarmasin | Leave a comment »