PESONA TNTP KALTENG BAGI WISMAN

Oleh Hasan Zainuddin

Beberapa sungai meliuk-liuk di kawasan hutan bergambut, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), dan sedkit wilayah berada di kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Kalangan wisatawan khususnya dari Mancanegara Wisman), menyusuri sungai-sungai itu, seraya mencermati keanekaragaman hayati yang hidup dan berkembang di kawasan yang sudah dikenal di mancanegara ini.
Bukan hanya ratusan bahkan ribuan spicies flora yang menjadi perhatian wisatawan tetapi yang lebih menarik lagi adalah kehidupan ratusan spicies satwa, diantaranya khas Kalimantan, seperti orangutan, bekantan, uwa-uwa, burung enggang, dan spicieas langka dan dilindungi lainnya.
Melihat kekayaan flora dan fauna itulah yang menyebabkan kawasan seluas sekitar 400 ribu hektare itu menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng menyatakan keberadaan TNTP jadi tujuan utama Wisatawan Mancanegara (Wisman) ke Kalteng.
Keistimewaan TNTP karena terdapat camp Leakey, lokasi rehabilitasi kehidupan ratusan ekor satwa orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), kata Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng, Aida Meyarti.SH, Rabu.
Keberadaan objek ini sudah begitu dikenal luas di kalangan Wisman khususnya yang suka berpetualang dan mencintai kehidupan satwa unik yang dilindungi ini.
Selain orangutan di TNTP juga ada monyet lainnya, seperti Bekantan (Nasalis larvatus) yang kehidupannya juga memiliki nilai jual yang tinggi bagi Wisman.
Oleh karena itu Disbudpar Kalteng menjadikan TNTP sebagai lokasi andalan, yang selalu dipromosikan guna menarik lebih besar lagi kunjungan Wisman, katanya tanpa ingat jumlah secara rinci Wisman ke TNTP setiap tahunnya namun terbanyak dibandingkan daerah lainnya.
Berdasarkan penuturan Wisman ke lokasi TNTP, katanya Aida Miyartie adalah menyaksikan perilaku sosial orangutan. Perilaku sosial satwa itu jadi atraksi menarik, bagaimana mereka saling mengintimidasi, cara makan, pola penjelajahan, kemamilan, bersarang, dan perilaku lainnya.
Sisi lain, cerita tentang perebutan wilayah teritori kekuasaan orangutan, dan silsilah keturunannya di Cam Leakey selalu menjadi perhatian Wisman ke lokasi itu, kata Aida Meyarti,SH.
Silsilah kekuasaan ini memunculkan beberapa nama orangutan yang cukup terkenal, seperti Kosasih, Tom, Siswi, dan nama lain-lainnya.
Sejarahnya berdirinya camp leakey disebutkannya tahun 1971, ketika itu Prof.DR.Birutte Galdikas bersama suaminya Rod Brindamour melakukan penelitian mengenai orangutan di camp WSilkey (belakang Cam Leakey sekarang).
Nama Leakey sendiri diambil dari nama belakang seorang paleoantropogist dari Kenya. Louis Leakey yang tak lain adalah guru besar Prof.DR.Birutte Galdikas sendiri.
Sebagai penghargaan Dr.Birutte kepada sang guru besarnya, maka memberikan nama camp tersebut sebagai nama guru besar tersebut.
Bertahun-tahun DR.Birutte Galdikas melakukan penelitian perilaku orangutan di lokasi ini, sampai akhirnya Camp Leakey dijadikan tempat release orangutan, sekitar 200 ekor orangutan telah dilepaskan di TNTP.
Pada tahun 1995 pemerintah Indonesia melarang pelepasliaran orangutan di wilayah hutan yang telah memiliki populasi orangutan liar seperti TNTP, sehingga saat ini aktivitas yang dilakukan Camp Laekey hanya terbatas pada research dan pemberian makanan pada orangutan eks rehabilitan.
Bukan hanya kehidupan satwa yang jadi perhatian Wisman ke lokasi ini, tetapi juga terdapatnya beberapa jenis hutan sekaligus berbagai kehidupan flora dan fauna menghiasi TNTP.
Berdasarkan kepala Balai TNTP, Ir Gunung Wallestein Sinaga melalui sebuah buku terbitannya mengatakan TNTP memiliki delapan tipe hutan yang berpotensi jadi objek wisata petualangan dan penelitian.
Jenis hutan tersebut antaranya hutan dipterocarpus tanah kering (dry land dipterocarp Forest) mencakup 40,50 persen luas TNTP, jenis pohon yang mendominasi di hutan demikian adalah shorea, myristica, castanopsis, lithocarpus, xylopia, dan scorodocarpus.
Kemudian hutan rawa campuran perifer (Peripheral mixed swamp forest) sekitar 20 persen TNTP, hutan rawa gambut ramin (Ramin peat swamp), yang terdapat hampir di seluruh pinggir kawasan TNTP dan sebagian besar sudah rusak karena pohon raminnya banyak ditebang.
Hutan rawa transisional (Transitiona swamp forest) salah satu tipe hutan rawa yang penting yang dicirikan oleh tumbuhnya castanopsis, casuarina sumatrana, schiima, tetramerista, durio acutifolis, eugenia dan sejenis meranti yang disebut damar batu.
Hutan lainnya, adalah hutan shorea balangeran (shorea balangeran forest) yang didominasi oleh pohon shorea balangeran (blangeran) yang banyak dijumpai di pinggiran rawa gambut dan disepajang batas banjir TNTP, tambahnya.
Hutan kerangas, yaitu tipe hutan yang tumbuh diatas tanah berpasir putih, jenis pohon yang banyak dijumpai di hutan seperti ini, dacrydium, eugenia, castanopsis, hopea, shima dan lain-lain.
Hutan pesisir pantai dan bakau (mangrove and coastal forest) serta hutan skunder yang menghiasi kawasan TNTP seluas 270.040 hektare ini.
Kawasan TNTP merupakan objek wisata alam yang paling banyak dimnati wisatawan yang suka menyaksikan kehidupan satwa.
Keistemewaan lain lagi wilayah ini adalah ditetapkannya kawasan suaka margasatwa TNTP sebagai “cagar Biosfer.”
Cagar biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan program “MAB” (Man and Biosphere)-Unesco untuk memprosikan keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahun.
Karakteristik utama cagar ini adalah pengelolaan dengan sistem zonasi, focus pada arah pendekatan berbagai pemangku kepentingan, mengintegrasikan keanekaragaman budaya dengan keanekaragaman hayati, terutama peran pengetahuan tradisional dalam pengelolaan ekosistem, serta berpartisipasi dalam jaringan dunia.
Dengan demikian TNTP masuk dalam jaringan cagar biosphere dunia yang telah mencapai lebih dari 400 situs di 94 negara.

MENIKMATI KEHIDUPAN SOSIAL ORANGUTAN DI TANJUNG PUTING

Oleh Hasan Zainuddin
Beberapa sungai meliuk-liuk di kawasan hutan bergambut di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), yang sebagian kecilnya berada di kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Tengah.
Kalangan wisatawan, khususnya yang datang dari mancanegara, biasanya menyusuri sungai-sungai itu seraya mencermati keanekaragaman hayati yang hidup dan berkembang di kawasan itu.
Begitu banyak spesies flora dan fauna yang bisa dinikmati wisatawan di kawasan Tanjung Puting. Sebut saja sejumlah satwa yang berkeliaran di sana, seperti orangutan, bekantan, uwa-uwa, burung enggang.
Kekayaan flora dan fauna itulah yang menjadikan kawasan seluas sekitar 400 ribu hektare itu memiliki daya tarik bagi wisatawan.
Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng menyatakan, keberadaan TNTP jadi tujuan utama wisatawan dari berbagai negara ke provinsi itu.
Kawasan Tanjung Puting juga identik dengan “Camp Leakey”, lokasi rehabilitasi kehidupan ratusan ekor satwa orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), kata Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng Aida Meyarti.
Keberadaan objek wisata itu, kata dia, sudah begitu dikenal luas di kalangan wisatawan asing, khususnya mereka yang suka berpetualang dan mencintai kehidupan satwa unik yang dilindungi yang bebas berkeliaran di TNTP.
Selain orangutan, taman nasional itu juga ada monyet lainnya, seperti bekantan (Nasalis larvatus) yang kehidupannya juga memiliki nilai jual yang tinggi bagi wisman.
Oleh karena itu pemerintah Kalteng menjadikan TNTP sebagai lokasi andalan, yang selalu dipromosikan guna menarik lebih besar lagi kunjungan wisman.
Berdasarkan penuturan sejumlah wisman yang pernah ke TNTP, kata Aida, mereka secara khusus menikmati perilaku sosial orangutan.
Perilaku sosial satwa itu jadi atraksi menarik, katanya, seperti bagaimana mereka saling mengintimidasi, cara makan, pola penjelajahan, kehamilan, hingga cara bersarang orangutan.
Sisi lain yang tidak kalah menarik yaitu cerita tentang perebutan wilayah kekuasaan orangutan. Silsilah  orangutan di “Camp Leakey” selalu menjadi perhatian Wisman, kata Aida Meyarti.
Silsilah kekuasaan ini memunculkan beberapa nama orangutan yang cukup terkenal, seperti Kosasih, Tom, dan Siswi.
Camp Leakey” didirikan tahun  1971, ketika itu Prof DR Birutte Galdikas bersama suaminya Rod Brindamour melakukan penelitian mengenai orangutan di “Camp WSilkey”, begitu kawasan itu disebut ketika itu.
Nama Leakey, yang dikenal sekarang, diambil dari nama belakang seorang paleoantropogist dari Kenya, Louis Leakey, yang tak lain  guru dari  Birutte Galdikas.
Sebagai penghargaan kepada sang guru besarnya, Galdikas menamakan tempat penelitiannya itu dengan nama “Camp Leakey”.
Bertahun-tahun Birutte Galdikas melakukan penelitian perilaku orangutan di lokasi itu, sampai akhirnya “Camp Leakey” dijadikan tempat pengelepasan orangutan. Sekitar 200 ekor orangutan telah dilepaskan di TNTP dari tempat itu.
Pada  1995 pemerintah Indonesia melarang penglepasliaran orangutan di wilayah hutan yang telah memiliki populasi orangutan liar seperti TNTP, sehingga saat ini aktivitas yang dilakukan “Camp Laekey” hanya terbatas pada penelitian dan pemberian makanan pada orangutan yang pernah menjalani rehabilitasi.
Bukan hanya kehidupan satwa yang jadi perhatian wisman ke lokasi itu, tetapi juga  beberapa jenis hutan sekaligus berbagai kehidupan flora dan fauna menghiasi TNTP.
Menurut Kepala Balai TNTP Ir Gunung Wallestein Sinaga, melalui sebuah buku karangannya, TNTP memiliki delapan tipe hutan yang berpotensi jadi objek wisata petualangan dan penelitian.
Jenis hutan tersebut antaranya hutan dipterocarpus tanah kering  mencakup 40,50 persen luas TNTP, jenis pohon yang mendominasi di hutan demikian adalah shorea, myristica, castanopsis, lithocarpus, xylopia, dan scorodocarpus.
Kemudian hutan rawa campuran perifer sekitar 20 persen TNTP, hutan rawa gambut ramin  yang terdapat hampir di seluruh pinggir kawasan TNTP. Rawa gambut ramin itu sebagian besar sudah rusak setelah pohon raminnya banyak ditebang.
Hutan rawa transisi merupakan salah satu tipe hutan rawa yang penting yang dicirikan oleh tumbuhnya castanopsis, casuarina sumatrana, schiima, tetramerista, durio acutifolis, eugenia dan sejenis meranti yang disebut damar batu.
Hutan lainnya adalah hutan shorea balangeran yang didominasi pohon shorea balangeran (blangeran) yang banyak dijumpai di pinggiran rawa gambut dan disepajang batas banjir TNTP.
Hutan kerangas, yaitu tipe hutan yang tumbuh di atas tanah berpasir putih. Jenis pohon yang banyak dijumpai di hutan seperti ini antara lain dacrydium, eugenia, castanopsis, hopea, dan shima.
Hutan pesisir pantai dan bakau  serta hutan sekunder yang menghiasi kawasan TNTP seluas 270.040 hektare.
Kawasan TNTP merupakan objek wisata alam yang  paling banyak diminati wisatawan yang suka menyaksikan kehidupan satwa.
Keistemewaan lain,  kawasan suaka margasatwa TNTP sudah ditetapkansebagai “cagar Biosfer.”
Cagar biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan program “Man and Biosphere-Unesco, yaitu kegitan yang memprosikan keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahun.
Karakteristik utama cagar  itu adalah pengelolaan dengan sistem zonasi, fokus pada arah pendekatan berbagai pemangku kepentingan, mengintegrasikan keanekaragaman budaya dengan keanekaragaman hayati, terutama peran pengetahuan tradisional dalam pengelolaan ekosistem, serta berpartisipasi dalam jaringan dunia.
Dengan demikian TNTP masuk dalam jaringan cagar biosphere dunia yang telah mencapai lebih dari 400 situs di 94 negara.

ou satu dari ratusan ekor orangutan TNTP Kalteng