Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin, 14/10 (ANTARA) – Sudah kebiasaan disaat daerah lain “meringis” kesulitan beras lantaran kekeringan musim kemarau, justru Kalimantan Selatan (Kalsel) tetap bisa “tersenyum.”
Pasalnya, di saat musim kering sekitar 150 ribu hektare lahan lebak yang tadinya tergenang air cukup dalam menjadi kering.
Dari luas 150 hektare lahan lebak itu saat musim kering bisa ditanami padi sekitar 90 ribu hektare dan lahannya relatif cukup subur pula.
Gubernur Kalsel,Rudy Ariffin mengakui wilayahnya memperoleh berkah memiliki lahan semacam itu. Akibat lahan itu pula wilayahnya tak pernah mengalami defisit beras.
“Kita merasa bangga memiliki lahan lebak yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman padi dan plawija, berkat lahan itu pula produksi padi Kalsel bisa terus ditingkatkan hingga 1,9 juta ton per tahun,” tuturnya.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti saat panen raya padi lahan lebak Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Ahmad Hermanto Dardak, Kamis (13/10) berharap Kalsel bisa memberikan kontribusi yang besar agar tahun 2014 Indonesia mampu memproduksi beras 10 juta ton.
Dalam kunjungan di desa Nelayan Kecamatan Sungai Tabukan HSU tersebut Bayu mengatakan, Kalsel bersyukur mempunyai lahan lebak memiliki tingkat kesuburan yang tinggi hingga terus bisa memacu produksi berasnya untuk mendukung surplus beras nasional.
Menurut dia, lahan lebak memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Disaat daerah lain paceklik justru lahan lebak panen, produksinya justru lebih tinggi, seperti terlihat pada panen kali ini yang mencapai tujuh ton per hektare.
“Aliran sungai menyebabkan unsur dan zat-zat yang ikut dalam air mengendap sehingga membuat tanah lahan lebak menjadi subur,” katanya.
Kendalanya di lahan seperti itu, air yang mengendap memerlukan waktu cukup lama untuk bisa kering, sehingga diperlukan teknologi untuk mengolahnya, salah satu cara dengan pompa air primer, sekunder, dan tersier dari polder yang kini sedang dalam proses pembangunan.
Kunjungan Wakil Mentan bersama Wakil Men-PU itu sekaligus melihat pembangunan revitalisasi polder Alabio di Desa Teluk Betung Kecamatan Sungai Pandan yang menjadi alat tehnologi pengaturan air di lahan lebak kawasan tersebut.
Pembangunan revitalisasi polder Alabio yang merupakan proyek multi year dijadwalkan akan selesai 2013 meski di tahun 2012 sistim irigasi pertanian melalui polder itu sudah bisa dimanfaatkan mengairi sawah petani.
Melalui sistem pengaturan air maka diharapkan terjadi peningkatan produksi padi, sekaligus peningkatan intensitas tanam, karena selama ini petani di daerah ini hanya bisa sekali tanam dalam satu tahun.
Menurut Kepala Dinas PU setempat, Ediyannor rehabilitasi proyek polder Alabio dimulai pada tahun 2009 hingga 2011 dengan paket pengerjaan berupa rehabilitasi saluran primer dan sekunder yang baru selesai 59,02 persen.
Selain dibangun atas bantuan luar negeri melalui JBIC ( Japan for International Cooperation), proyek multi year yang memerlukan dana ratusan milyar ini juga bersumber dari dana APBN.
Pembangunan yang berasal dari APBN tersebut meliputi, perbaikan saluran, penggantian pompa 10 unit berupa 5 unit saluran pemberi dan 5 unit saluran pembuang.
Polder Alabio akan mampu mengairi empat kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Pandan, Sungai Tabukan, Babirik, dan Danau Panggang.
Polder tersebut mengairi daerah irigasi seluas 6.000 hektare dengan pola tanam padi dan palawija, karena begitu luasnya lahan yang diairi oleh irigasi ini, maka polder Alabio merupakan salah satu sistem irigasi yang terbesar secara nasional, tuturnya.
Padi surung
Gubernur Kalsel menyatakan tekadnya bisa memperbaiki terus produksi padinya, selain memaksimalkan lahan beririgasi, lahan tadah hujan, dan lahan kering juga terus memacu produksi lahan lebak yang dulunya dianggap lahan marginal.
Gubernur meminta kepala daerah di 13 kabupaten dan kota lebih cerdas menyiasati peningkatan produksi berasnya, walau dimusim yang ekstrim sekalipun seperti belakangan ini.
Salah satu siasat itu adalah mencari terobosan baru untuk menghindari terjadinya gagal panen dan lainnya.
“Bagi daerah yang tanahnya rawa dan tidak bisa ditanam sebaiknya mencari dan membuka lahan yang masih memungkinkan untuk menanam padi,” katanya.
Selain itu, kata dia, perlu juga mencari varietas padi baru yang mungkin bagus ditanam di lahan rawa, dan mampu bertahan di lahan ber air dalam .
“Wilayah kita ini terdapat padi yang mampu bertahan hidup di air dalam seperti lahan lebak yang disebut “padi surung.” Varietas padi ini kelebihannya mampu mengikuti ketinggian air,” katanya.
Padi itu disebut padi “surung” karena kenaikan batang padi mengikuti tingkat ketinggian air, bila permukaan air tinggi maka batang padi inipun ikut naik sehingga tidak mati, katanya.
“Dengan berbagai siasat tersebut maka kita akan mempertahankan posisi Kalsel sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional,” tuturnya lagi seraya menyebutkan untuk mempertahankan itu maka harus lebih dimaksimalkan 500 ribu hektare lahan pertanian yang ada.
Wilayah yang banyak mengembangkan varietas padi surung itu memang di kawasan lahan lebak HSU. Padi yang juga disebut “rintak” diproduksi di wilayah tersebut sekitar 170 ribu ton per tahun.
Padi varietas unik ini bukan hanya di Kabupaten HSU di kembangkan tetapi juga di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST) serta di wilayah Barito Kuala (Batola).
Bila melihat kesungguhan Kalsel memperbaiki sitem pertaniannya dengan memanfaatkan semaksimal potensi yang ada termasuk lahan lebak maka bukan mimpi Kalsel mempu mendukung ketahanan pangan nasional.
Filed under: pangan, pertanian | Tagged: kalsel, pangan, pertanian, produksi | Leave a comment »