Pasar terapung di Muara Sungai Kuin-Barito, telah lama menjadi salah satu primadona wisata di Kalimantan Selatan.
Pasar terapung yang berada di pinggiran kota Banjarmasin, tak pernah dilupakan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara bila bertandang ke Kalimantan Selatan. Apalagi Pasar terapung sejak bertahun-tahun telah menjadi ikon salah satu televisi swasta terbesar, melalui “jinggle” seorang ibu di atas “jukung” dan mengacungkan jempol “… OK”.
Namun bagi wisatawan bosan dengan suasana Pasar Terapung Muara Kuin-Barito dengan Pasar Terapung Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar dapat menjadi alternatif.
Terutama bagi pelancong yang datang ke Banjarmasin malas bangun terlalu pagi.
Umumnya Pasar Terapung di Kalimantan hanya ramai saat subuh hingga pagi hari. Namun tidak demikian dengan Pasar Terapung Lok Baintan. Pasar terapung yang satu ini bisa dinikmati pada siang hari.
Secara umum, Pasar Terapung Lok Baintan tak beda dengan Pasar Terapung di muara Sungai Kuin/Sungai Barito. Keduanya sama-sama pasar tradisional di atas jukung yang menjual beragam dagangan, seperti hasil produksi pertanian/perkebunan dan berlangsung tidak terlalu lama, paling lama sekitar tiga hingga empat jam.
Pasar terapung di muara Sungai Kuin/Sungai Barito aktivitasnya mulai sebelum subuh atau sekitar pukul 03.30 Wita hingga matahari beranjak naik sekitar pukul 06.30 Wita. Sementara di Lok Baintan, aktivitas pasar terapung mulai menjelang siang, sekitar pukul 09.00 Wita hingga jam 11.00 Wita.
Selain itu, Pasar Terapung Muara Kuin berada di hilir sungai yang lebar dan dalam, sedangkan pasar terapung di Lok Baintan berada pada kawasan hulu Sungai Martapura dan keadaannya pun tidak sedalam dan selebar Sungai Barito.
Untuk menuju obyek wisata Pasar Terapung Lok Baintan yang baru muncul atau diketahui khalayak luar daerah pada dekade 1990-an itu, bisa melalui jalan darat dari Banjarmasin ke arah Sungai Tabuk, melewati Jalan Martapura Lama/Jalan Veteran. Kalau jalan darat, bisa naik “taksi” atau angkutan pedesaan jurusan Sungai Tabuk – Banjarmasin ataupun ojek.
Bila naik mobil pribadi atau carter, maka di sekitar Jalan Veteran kilometer 11 harus turun dan naik ojek lagi menuju lokasi pinggir Sungai Martapura tempat aktivitas pasar terapung tersebut.
Jika naik angkutan Pedesaan tarifnya sekitar Rp3.500 perorang dengan lama perjalanan sekitar 15 menit dari Terminal Induk-Jalan A.Yani Banjarmasin.
Selain jalan darat, pelancong juga bisa menggunakan angkutan sungai, seperti naik klotok (perahu bermotor kecil) dengan rupa-rupa ukuran dari isi sekitar delapan orang hingga 14 orang.
Pelancong bisa naik dari dermaga masjid Sungai Gardu di Jalan Veteran, dengan biaya carter sekitar Rp250.000 dan lama perjalanan sekitar dua jam.
Lok Baintan, merupakan salah satu obyek wisata yang hendak dikembangkan Pemerintah Kabupaten Banjar.
Pemerintah setempat juga melakukan pembinaan terhadap sejumlah obyek wisata andalan, seperti kawasan pendulangan intan tradisional, serta obyek wisata alam Lembah Kahung, yang termashyur dengan keindahan panorama alam kawasan Pegunungan Meratus yang masih lestari.
Lembah Kahung yang berada dekat kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Riam Kanan, Kabupaten Banjar tersebut belakangan menjadi perhatian dan menjadi kegiatan pecinta alam atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup di Kalimantan Selatan.
LOK BAINTAN, PEWARIS BUDAYA SUNGAI TERMEGAH DI KALSEL
SEPULUH jukung (perahu khas Kalimantan Selatan) berarak melaju cepat dengan ditarik sebuah kelotok (perahu bermesin tempel). Formasi kelotok yang menjadi “abang pengojek” dan jukung sebagai penumpang itu menyerupai anak panah yang melesat membelah Sungai Martapura.
HARI itu Matahari pagi di Desa Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel), belum muncul. Semburat merah dari timur hanya menjadi satu-satunya sumber cahaya yang memandu konvoi para jukung milik petani.
Jukung yang merupakan perahu kecil yang terbuat dari kayu utuh itu memuat beraneka macam hasil pertanian. Para pemilik jukung yang didominasi perempuan semuanya memakai tanggui, caping lebar khas Kalsel yang terbuat dari daun rumbia.
Beberapa kelompok konvoi jukung, baik yang mengojek kelotok maupun hanya dengan mendayung sendirian, bergegas menuju lokasi pasar terapung. Mereka seolah berlomba adu cepat sampai ke tujuan.
PUKUL 06.30 suasana pasar terapung di Lok Baintan sudah ramai. Semua dagangan yang mereka bawa adalah hasil kebun yang baru saja mereka petik. Aneka buah-buahan, mulai dari sirsak, srikaya, nanas, pisang, hingga rambutan menjadi pemandangan menyegarkan.
Sayuran kampung beraneka jenis, mulai dari daun singkong, kacang panjang, kangkung, hingga sayuran khas Kalsel, yaitu daun jaruk tigaron. Cabai lokal, ikan lokal, umbi keladi lokal, padi lokal, hingga umbut kelapa untuk sayuran acara perkawinan tersedia di pasar terapung.
Pasar terapung di Lok Baintan memang unik. Mereka tidak hanya menunggu di suatu tempat untuk bertransaksi, melainkan bergerak mengikuti aliran arus. Masyarakat setempat menyebutnya pasar balarut (berlarut). Jika ada yang membutuhkan barang dagangannya, pembeli dengan jukungnya akan menghampirinya sambil berlarut bersama arus sungai.
Pukul 08.30 pasar terapung yang hanyut terbawa arus sejauh satu kilometer sampai di bawah jembatan gantung. Masih ada satu kilometer lagi untuk bisa melihat pasar hanyut dari atas jembatan.
Dari atas jembatan itulah keajaiban, kemegahan, dan keindahan budaya sungai terlihat dan bisa dirasakan. Ratusan, bahkan pada musim tertentu mencapai ribuan jukung terlihat berjejal menutupi sebagian ruas Sungai Martapura.
LOK Baintan selama ini belum pernah tercatat sebagai lokasi pasar terapung yang patut dikunjungi oleh agen-agen travel. Entah mengapa, sangat sedikit warga Kota Banjarmasin yang mengetahui bahwa tidak jauh dari Banjarmasin ternyata ada pasar terapung, the real floating market.
Selama ini, pasar terapung yang menjadi andalan Kalsel adalah di Kuin, Banjarmasin. Akan tetapi, kini kondisi pasar terapung di Kuin sudah tidak sealami dulu, berangsur sepi.
Untuk melihat pasar terapung di Kuin dari dekat hanya bisa dilakukan dengan menggunakan kelotok. Selain ombak sungai yang besar, kondisi Sungai Barito di Kuin yang dekat dengan industri penggergajian kayu membuat pemandangan tidak sedap.
Banyak pedagang di pasar terapung Kuin yang berasal dari daerah lain, sedangkan di Lok Baintan “pesertanya” hanya dari daerah sekitar yang benar-benar merupakan komunitas masyarakat sungai. Tradisionalisme dan terjaganya alam sekitar Lok Baintan benar-benar menjadi kekuatan pamor pasar terapung.
Lok Baintan dari Banjarmasin bisa diakses dengan dua cara, yaitu dari darat atau melalui sungai dengan menyewa kelotok. Jalan darat ditempuh dari Kota Banjarmasin ke Pasar Subuh Sungai Lulut, Kecamatan Sungai Tabuk, sekitar 10 kilometer dari Banjarmasin. Kemudian dari pasar Sungai Lulut menerabas jalan tanah selebar dua meter yang masih darurat dan becek sekitar lima kilometer menuju Lok Baintan.
Jika melalui sungai, sesampainya di Pasar Sungai Lulut, kendaraan diparkir dan kemudian menyewa kelotok menuju Lok Baintan. Lama perjalanan sekitar 45 menit.
Tarif normal kelotok ke Lok Baintan bervariasi dulu sekitar Rp 30.000, sekarang sudah sekitar ratusan ribu dan jika sewa penuh setengah hari sekitar Rp200.000. Hanya saja, sulit mendapatkan kelotok pada pagi hari karena memang tidak ada jalur reguler menuju Lok Baintan.
Tidak adanya akses jalan darat yang memadai memang membuat antusiasme wisatawan rombongan menuju Lok Baintan berkurang. Akan tetapi, kondisi itu sebenarnya justru menjadi penyelamat Lok Baintan sehingga sampai kini komunitas sungainya masih tetap lestari.
Pihak Dinas Pariwisata Kalsel mengakui bahwa pasar terapung Lok Baintan merupakan alternatif pasar terapung Banjarmasin yang kini telah dikenal. “Pasar terapung Lok Baintan memang masih sangat alami. Kami akan menjadikannya alternatif pasar terapung selain yang di Kuin, Banjarmasin,” katanya.
PROMOSI memang menjadi kunci keberhasilan untuk mengenalkan budaya unik masyarakat dengan membalutnya sebagai event wisata. Selama ini Kalsel hanya dikenal lewat Banjarmasin yang peradabannya sudah beralih ke urban.
Di kala semua orang modern bermimpi naik mobil mewah dan Jakarta sibuk membuat busway, Lok Baintan tetap tenang dan tetap yakin memakai jukung sebagai “mobnas” mereka dengan Sungai Martapura sebagai jalan tol.
Jika ingin melihat pameran jukung terbesar, pameran rumah terapung, atau pameran budaya Banjar sesungguhnya, tengoklah Lok Baintan. “Pameran rakyat” yang menceritakan asal muasal peradaban di kota itu kini eksistensinya terancam karena debit sungai terus naik akibat perusakan hutan di bagian hulu.
Sungai Martapura dengan kekayaan sumber daya budaya dan sumber daya alam kini telah menciptakan sebuah peradaban yang berbeda dengan kota. Hanya saja, bangunan sosial dan bangunan fisik mereka kini mendapat stereotip “kampungan”, “jorok”, “kumuh”, dan “miskin”.
Untuk mempertahankan budaya sungai beserta transportasinya, pakar sungai yang juga pengajar di Fakultas Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat, Robertus Chandra Wijaya, mengatakan, yang perlu, ada konsep yang jelas untuk apa sungai itu akan digunakan.
Pemerintah harus segera menetapkan apakah sungai-sungai di Banjarmasin akan digunakan untuk fungsi drainase saja, atau navigasi saja, atau sekaligus untuk drainase dan navigasi. “Ataukah hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduk di tepi sungai itu,” katanya.
Daerah aliran sungai (DAS) di bagian hulu sudah gundul. “Di sana dulu ada areal HPH (hak pengusahaan hutan) yang sekarang ditinggalkan dan gundul,” katanya(amir s).
Pasar Terapung Lok Baintan
LOK BAINTAN, kini secara kasat mata, boleh jadi merupakan pasar terapung terbesar di Kalimantan Selatan dan tentu saja di dunia (sebab di dunia cuma ada di sini yang alami). Keunikannya tak tertanding, eksotikanya pun demikian.
Bayangkan, orang bertransaksi dengan perahu terus melaju. Barang dagangannya pun hanya dari hasil bumi. Pendeknya, mereka semua adalah sekumpulan petani yang menjual hasil buminya ke sini.
Pasar terapung yang terletak di kecamatan Sungai Tabuk ini, pelaku pasarnya berasal dari Pamakuan, Sungai Tapang, Lok Baintan dan Sungai Tabuk sendiri. Aktivitasnya, dimulai selepas Subuh hingga sekitar jam 10.00 wita siang.
Karena transaksinya sambil melaju, pasar terapung semakin siang semakin jauh ke hilir. Eksotika lainnya, semua petani dan pedagang-nya memakai tanggui. Tanggui adalah topi besar dari daun rumbia khas Kalimantan Selatan.
Bukan itu saja, keramahan dan keakraban para petani dan pedagang yang semuanya dominan perempuan itu menambah pesona yang hadir di situ. Dan, melihat anek sayur-mayur yang hijau dan segar, seakan menghadirkan kesegaran jiwa bagi anda yang saban hari dijejali oleh kepenatan dan kejenuhan dunia kerja. Benar-benar eksotik.
Pasar Terapung Lok Baintan Dijadikan Objek Wisata Nasional
– Pemerintah Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan menjadikan lokasi pasar terapung Lok Baintan sebagai objek wisata nasional yang akan selalu dipromosikan ke berbagai daerah di tanah air dan mancanegera.
Bupati Banjar Ir Khairul Saleh kepada ANTARA di Banjarmasin, Kamis mengakui adanya keinginan tersebut, mengingat potensi pasar terapung untuk menjadi objek pariwisataan nasional begitu besar.
Masalanya kegiatan pasar terapung tersebut, termasuk unik dibandingkan objek wisata yang lain, seperti pasar terapung Desa Kuin Sungai Barito Banjarmasin yang sudah begitu dikenal luas.
Kelebihan pasar terapung Lok Baintan dibandingkan pasar terapung di Banjarmasin, adalah lama kegiatannya lebih panjang, kalau di Banjarmasin hanya sampai pukul 08:00 Wita sementara di Lok Baintan sampai pukul 10:00 Wita.
Kelebihan lain konsentrasi para pedagang dan pembeli di atas sungai yang menggunakan sarana jukung (sampan) di Lok Baintan di satu tempat, sementara di Banjarmasin terbagi dua dan agak terpencar.
Melihat waktu kegiatan pasar terapung Lok Baintan ini lebih panjang maka berpeluang lebih besar pula menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi, tinggal bagaimana pemerintah beserta mayarakat bisa mempromosikan keberadaan objek tersebut.
Untuk memudahkan akses ke objek wisata sungai Kabupaten Banjar tersebut, pihak Pemkab setempat akan membangunkan jalan darat hingga sampai ke lokasi objek wisata itu.
Dengan adanya jalan darat itu maka mudahkan pengunjung baik dari kota Banjarmasin ibukota propinsi, maupun dari Martapura ibukota kabupaten setempat, sebab selama ini ke arah objek ini hanya bisa dilewati melalui jalur sungai saja, tambahnya.
Selain jalan juga akan dibangunkan fasilitas lain seperti dermaga, tetapi pembangunan dermaga tersebut akan memperoleh bantuan dana dari Pemerintah Propinsi.
Ketika ditanya mengenai dunia kepariwisataan Kabupaten Banjar, ia menyebutkan memang sudah cukup berkembang, tetapi hanya pada dua objek seperti kepariwisataan keagamaan, yaitu ziarah ke makam ulama besar, Syech Muhamad Arsyad Al Banjari, desa Kelampaian, serta objek wisata belanta batu permata kota intan Martapura.
Kedua objek wisata yang sudah begitu dikenal tersebut akan dipelihara sebaik-baiknya disamping diusahakan untuk lebih ditingkatkan lagi dimasa-masa mendatang.
Khususnya wisata perbelanjaan batu permata akan diperluas lokasinya dan diperbanyak koleksi batu permata yang dijual di pusat perbelanjaan tersebut.
Berdasarkan informasi, kota Martapura sudah begitu dikenal luas sebagai lokasi transaksi batu permata, khususnya permata intan sehingga banyak pedagang dan pembeli dari berbagai kota di tanah air serta dari mancanegara yang “berburu” intan asli hasil pendulangan daerah setempat, konon berlian asal setempat lebih bening dan berkualitas tinggi.
Lok Baintan dan Tradisi Air yang Tersisa
Orang masih sering menyamakan pasar terapung dengan Kota Banjarmasin. Padahal, di Banjarmasin kini sudah sulit mendapatkan pasar terapung.
Di tempat bernama Kuin yang dulu identik dengan pasar terapung, kini jarang terlihat sampan-sampan yang menjual kebutuhan sehari-hari. Aneka toko swalayan mini di darat sudah menjadi pengganti bagi warga Banjarmasin untuk mendapatkan kebutuhan pokoknya, layaknya kota besar lain di Indonesia.
Namun, cobalah menaiki sampan yang menghulu Sungai Martapura ke arah timur. Sekitar lima kilometer dari Banjarmasin, tradisi berjualan di sungai masih terjaga di Lok Baintan. Mulai matahari terbit sampai sekitar pukul 10.00 Wita, di tengah Sungai Martapura, puluhan sampan melakukan transaksi. Pembeli maupun penjual sama-sama naik sampan.
Tradisi pasar terapung memang tradisi air. Tradisi ini hanya akan terjaga manakala airlah yang menjadi sarana transportasi utama. Di Lok Baintan, belum ada jalan darat yang layak untuk menuju tempat lain. Akhirnya, semua rumah di sana memang menghadap ke sungai.
Toko-toko di Lok Baintan pun menghadap ke sungai yang menyebabkan pembeli harus mengayuh sampan untuk mengunjunginya. Sebuah tradisi yang indah dan memancarkan harmoni dengan alam.
Keindahan Lok Baintan adalah keindahan air. Keindahannya hanya tetap ada manakala sumber airnya tersedia. Sampai kapankah keindahan ini akan terjaga
Filed under: Uncategorized, wisata | Tagged: lok baintan, martapura, pasar, sungai, terapung | 9 Comments »