MENGUAT UPAYA MEMADUKAN KEKUATAN PEMERINTAH DAN KESULTANAN

Oleh Hasan Zainuddin

mawah daud
Banjarmasin, 18/11 (Antara) – Kondisi bangsa Indonesia belakangan ini dinilai tidak maju-maju dibandingkan negara lain dituding sebagai akibat tidak menghormatinya nilai-nilai budaya yang berakar dalam sistem kerajaan atau kesultanan yang sudah lama berkembang di Nusantara.

Seperti yang diutarakan seorang pengamat politik Marwah Daud Ibrahim menilai bangsa Indonesia bisa bangkit dan maju jika menghormati kerajaan dan kesultanan se-Nusantara.

Banyak negara di dunia yang sangat maju karena mereka menghormati kerajaan, kata pengamat yang pernah digelari “bintang dari Timnur” saat berbicara dalam simposium sejarah budaya kerapatan raja sultan se-Borneo dalam rangkaian memperingati Milad Kesultanan Banjar ke-509, Jumat (15/11) lalu.

Ia mencontohkan, Jepang negara maju begitu menghormati kaisarnya, begitu juga Inggris dan Belanda mereka punya ratu dan raja, atau lihat tetangga Malaysia dan Thailand punya Perdana Menteri tapi tetap punya raja yang dihormati.

Marwah Daud Ibrahim mencontohkan bagaimana Jepang atau Inggris menjadi bangsa yang besar dan kerajaannya masih eksis sampai sekarang.
Sistem pemerintah yang masih mempertahankan sistem kerajaan ternyata menjadi kebanggaan dan raja sangat dicintai dan dihormati oleh rakyatnya.

Demikian pula dengan Thailand atau Malaysia, oleh karena itu menurut Marwah Daud Ibrahim yang juga sebagai Ketua Presedium ICMI ini perlu dicari format tentang hubungan yang jelas untuk dituangkan dalam ketentuan hukum positif terkait hubungan antara kerajaan dan kesultanan dengan negara.

Di era millenium ini peradaban dunia sangat bergantung pada ide kreatif, maka budaya menjadi satu-satunya pembeda satu bangsa dengan bangsa lainnya.

Nilai-nilai kehidupan yang dibungkus oleh budaya disamping menjadi pembeda juga menjadi benteng sekaligus sumber inspirasi bagi industri berbasis ide kreatif.

Keterbatasan kapasitas pemerintah dalam pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan budaya menjadikan keraton, kerajaan dan kesultanan sebagai pelaku utama dalam pelestarian, pemanfaatan serta pengembangan budaya tersebut.

Untuk itu dalam rangka Milad Kesultanan Banjar 509 menjadi barometer kembalinya pelestarian budaya se-Borneo, katanya.

Dalam kegiatan yang dihadiri kesultanan se-Kalimantan itu, Marwah Daud Ibrahim menyatakan sudah saatnya tokoh kerajaan dan kesultanan Nusantara yang memiliki pengaruh riil di masyarakat diposisikan di tempat yang tepat dan diajak memberikan kontribusi terbaiknya sebagai modal sosial dan budaya bagi bangsa.

“Sudah lama saya berfikir harusnya diupacara kenegaraan, seperti pelantikan presiden, upacara hari kemerdekaan 17 Agustus, rapat paripurna DPR-RI yang dihadiri para teladan, duta besar, dan para veteran pantas pula jika perwakilan para raja dan sultan dan ratu se Nusantara diundang dengan pakaian kebesaran masing-masing,” katanya.

Demikian pula di setiap upacara provinsi dan kabupaten perwakilan kerajaan dan kesultanan setempat diajak hadir dengan pakaian adat kebesarannya. Leluluhur mereka memberikan goresan dan jejak penting dalam kebudayaan dan pengembangan agama dan peradaban Nusantara.

Selain itu, perwakilan kerajaan atau kesultanan sebaiknya juga diikutkan dalam perwakilan pemerintahan.

“Kita perlu melakukan pembicaraan secara baik-baik dengan raja dan sultan Nusantara, untuk membangun pola relasi yang menjadikan mereka subjek terhormat, seperti festival kraton nusantara, dan bukannya sebagai objek penderita.

Menurut dia, bangsa ini akan menjadi jaya pada 2045 jika menghormati budaya dan adat istiadat yang berkembang di dalam kerajaan dan kesultanan serta akar budaya di dalam masyarakat luas.
Apalagi jika bangsa ini akan memadukan tiga hal yakni akar tradisi dari bangsa, agama, serta kemajuan tehnologi.

“Marilah kita belajar dari alam, justru biji harus membusuk dulu, sebelum muncul kecambah baru,” katanya.

Kemudian simaklah kitab suci Al Quran surat Al-Insyirah 5-6, Allah SWT mengingatkan bahwa “sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan.”
“Saya yakin, dengan selalu memikirkan impian besar dan visi cemerlang tentang masa depan bangsa, dengan perjuangan, kerja sama dan kontribusi kita semua, dan atas berkat rahmat Tuhan YME, Insya Allah, Indonesia akan Bangkit Berjaya, bermartabat dan disegani,” katanya.

Keinginan kuat memadukan kekuatan pemerintahan dengan kerajaan di Nusantara juga datang dari wakilkesultanan itu sendiri.

simposium
Wakil Sultan di DPD
Seorang wakil kesultanan Kutai Kertanegara, Dr HAPM Haryanto Bachroel yang bergelar Pangeran Harry Gondo Prawiro mengharapkan pemerintah mengakomodir keinginan mereka agar Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diwakili mereka para raja dan sultan yang ada di Nusantara.

“Biarkan para anggota DPR-RI di isi orang-orang politik, tetapi DPD sebaiknya diisi oleh para raja-raja atau sultan,” kata Harry Gondo Prawiro.

Ia bersama beberapa raja dan sultan se-Borneo berada di Martapura, untuk menghadiri berbagai kegiatan Milad ke-509 Kesultanan Banjar, dan menghadiri simposium mengenai Kesultanan Borneo.

Menurutnya keinginan demikian sudah disampaikan kepada pemerintah, saat pertemuan dengan Wakil Presiden Bodiono, DPR-RI komisi II, bahkan kepada Presiden SBY.

Menurutnya keinginan tersebut sudah direspon pemerintah dan sekarang sedang diproses, tetapi tidak bisa secepat itu direalisasikan dan perlu pemikiran lagi.

Menurutnya, para sultan dan raja tersebut dilibatkan dalam pemerintahan karena mereka lebih tahu kondisi rakyatnyadi daerah, sementara daerah yang tidak memiliki kesultanan dan raja maka wakil DPD bisa dipilih para tokoh masyarakat atau tokoh adat.

Kemudian agar para raja atau sultan yang berada di pemerintahan tersebut lebih bermakna, mereka bisa diikutkan dalam Lemhanas, sehingga mengerti tentang kenegaraan yang sesuai dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tambahnya.

Menurutnya, sebuah negara ini akan kuat jika memadukan kekuatan pemerintahan dengan kekuataan kesultanan yang masih mengakar dan menyebar di berbagai daerah Nusantara.

Apalagi jika melihat perjalanan atau perilaku bangsa sekarang seakan sudah tak sesuai lagi dengan ajaran adat istiadat,karena itu untuk kedepan sudah saatnya memadukan kekuatan pemerintahan dengan adat istiadat yang berakar di masyarakat, khsusnya yang berkembang dalam kesultanan atau raja-raja Nusantara.

Simposium tersebut bagian dari kegiatan Milad ke-509 Kesultanan Banjar, yang dimeriahkan aneka kegiatan, termasuk musyawarah agung yang diikuti para raja dan sultan se-Borneo.

Dalam musyarakat agung tersebut berbagai persoalan dibahas dalam upaya memajukan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mencari solusi terbaik agar negara ini bisa setara dengan negara maju di dunia.

Persoalan yang dibahas seperti permasalahan infrastruktur, ekonomi, ketidakadilan politik bagi Pulau Borneo dan kurangnya upaya pelestarian dan pengembangan budaya.

Melihat persoalan tersebut akhirnya mendorong para raja dan sultan se-Borneo menghimpun diri menyamakan visi dan menyatukan langkah untuk membangun Borneo dalam Gerbang Borneo (Gerakan Membangun Borneo Raya).

Dalam musyawarah agung yang dihelat para raja dan sultan se-Borneo sepakat membentuk wadah yang dinamakan “Kerapatan Borneo” dan dengan proses musyawarah maka secara aklamasi,
Dalam musyawarah para sultan dan raja se Borneo memutuskan memilih Sultan Banjar, sultan H Khairul Saleh sebagai sekretaris jenderal kerapatan borneo dengan sebutan “Yang Dipertuan Agung.”
Jabatan tersebut dipercayakan kepada sultan banjar yang juga sebagai Bupati Banjar Kalsel tersebut untuk masa bakti selama dua tahun ke depan.

Sebagai Yang Dipertuan Agung, Sultan Banjar tersebut akan mengkoordinasikan berbagai langkah konsolidasi organisasi maupun aktivitas kerapatan raja atau sultan selanjutnya.

Sultan Banjar sendiri menyatakan segera melaksanakan rapat kerja yang tempatnya akan ditentukan kemudian, akan tetapi untuk sekretariat tetap ditempatkan di Kota Banjarmasin ibukota provinsi Kalimantan Selatan.

kerajaan-banjar

para-raja-borneo

para-taja

kesultanan