MEMAKNAI PENGUKUHAN PRESIDEN SBY “TATUHA BANUA NANG BATUAH”

Oleh Hasan Zainuddin

sby, tatuha banua
Alunan suara Penyampaikan bacaan ayat Suci Al Qur’an dan syalawat Nabi Muhamad SAW berkumandang di ruangan gedung Mahligai Pancasila, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Ratusan pasang mata seakan tanpa kedip tertuju pada tiga sosok orang yang berpakaian adat kebesaran Suku Banjar, sebuah suku penghuni terbesar di Kalimantan Selatan.

Ketiga orang itu masing-masing Presiden Susilo Bambang Yodhoyono (SBY), Ketua Majelis Paripurna Lembaga Adat Budaya Banjar Suryansah Idham, serta Sekretaris Majelis Paripurna Lembaga Adat Budaya Banjar Ajim Ariyadi.

Kemudian terdengar suara Suryansyah Idham yang saat itu bersama SBY dan Ajim Ariyadi berada di lokasi Balai Paandahan (panggung adat) yang berada di ruangan gedung tersebut.

“Kami anugerahkan kepada Yang Mulia Dr Haji Susilo Bambang Yudhoyono gelar Tutuha Banua Nang Batuah,” kata Suryansah.

“Ulun (aku) terima,” jawab Presiden SBY seraya diiringi suara gemuruh tepuk tangan hadirin yang sebagian besar adalah para pejabat dan tetuha adat suku Banjar yang bukan saja asal Kalsel, tetapi juga dari seluruh nusantara bahkan dari Malaysia dan Brunei Darussalam.

Dengan diterimanya pengukuhan tersebut maka Presiden SBY merupakan tokoh terakhir yang pernah diberikan gelar adat yang dimaknai sebagai tokoh atau orang yang dituakan, yang memiliki pengaruh, yang memiliki wibawa, dan dihormati masyarakat.

Berdasarkan keterangan sebelumnya, orang yang pernah diberikan gelar tersebut Gubernur Kalsel, Drs Rudy Ariffin, Gubernur Riau, dan Bupati Indragiri Hilir.

Tetapi menurut Sekretaris Majelis Paripurna Lembaga Adat Budaya Banjar,Ajim Ariyadi pemberian kepada Presiden SBY sifatnya lebih luas atau nasional bukan regional.

Karena itu, dalam gelar yang disandangnya disebut “Tatuha Banua Nang Batuah,” sementara tokoh yang sebelumnya sifatnya regional saja, maka gelar tersebut hanya disebut “Tatuha Nang Batuah” tidak ada kata-kata “Banua,” tambah Ajim Ariyadi.

Dengan pengukuhan tersebut maka,kata Ajim Ariyadi lagi, berarti Presiden SBY diakui sebagai bagian dari Suku Banjar.

Dalam acara prosesi pengukuhan yang berlangsung, Kamis (24/10) tersebut diawali upacara Batumbang di Balai Paandahan atau panggung adat. Dalam upacara itu, Presdien SBY berdiri di samping susunan kue tradisional khas setempat “Apam Habang” dan “Apam Putih” yang di dalam pandangan masyarakat Suku banjar, kedua jenis kue tersebut bernilai ritual.

Setelah itu, dilakukan pemasangan tali Wanang oleh teutuha adat yang juga Ketua Majelis Paripurna Lembaga Adat Budaya Banjar Suryansah Idham, dibantu Sekretaris Majelis Paripurna Lembaga Adat Budaya Banjar Hajim Arijadi.

Tali Wanang dipasang di pinggang Kepala Negara diiringi lantunan ayat Al Quran.

Proses pengukuhan dilanjutkan dengan ritual Batapung Tawar, lalu pernyataan pengukuhan gelar kehormatan adat budaya Banjar oleh Suryansah.

Gelar itu diberikan juga dimaknai karena Presiden SBY dianggap berhasil atau berjasa dalam menenteramkan kehidupan masyarakat sehingga menginspirasi bagi terciptanya kehidupan yang saling menghormati atau toleransi.

Dalam pidatonya Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengatakan, Lembaga Budaya Banjar meyakini bahwa Presiden SBY terbukti menciptakan kedamaian bagi warga Banjar.

Masyarakat Suku Banjar berharap dengan pemberian gelar ini, mereka bisa diingat sebagai warga yang mencintai kesatuan dan persatuan, kata Rudy Ariffin.

Presiden SBY sendiri dalam sambutannya mengakui rasa bahagianya diberikan gelar Tatuha Banua Nang Batuah oleh Lembaga Adat Banjar, dengan penguhuhan tersebut ia merasa tertantang, terdorong, bahkan bertekad lebih mengabdikan diri bagi rakyat, bangsa dan negara.

Menurut Presiden SBY pemberian gelar tersebut sebagai bukti, bahwa masyarakat dan tokoh suku Banjar berkeinginan kuat untuk memelihara, melestarikan , bahkan mengembangkan budaya Banjar.

“Saya mengenal masyarakat Banjar memiliki nilai budi pekerti luhur dan budaya yang mulia dan tradisi syarat nilai religi,” katanya.

Masyarakat Banjar juga memiliki berbagai budaya seperti adat istiadat, bahasa dan sastra, arsitektur, madam atau merantau hingga budaya kuliner.

Budaya Banjar memiliki basis kuat sebagai budaya dan ekonomi kreatif yang memadukan kreatif seni dan teknologi, tambahnya.

Bahkan Presiden SBY merespon usulan dimasukkannya Budaya Banjar masuk dalam pendidikan sekolah sebagai mata pelajaran muatan lokal sehingga nilai-nilai budaya yang luhur bisa terus terpelihara.

“Saya serahkan kepada pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan untuk membuat payung hukum tentang budaya banjar, masuk dalam muatan lokal pendidikan sekolah,” katanya.

Di bagian lain Presiden SBY juga berharap, pemerintah selalu memberikan perhatian kepada kelompok permukiman terpencil dan masyarakat pedalaman, untuk berperan aktif dalam melestarikan budaya Banjar.

“Kita tidak boleh membiarkan budaya Banjar tergerus oleh budaya global, sehingga budaya lokal yang positif harus terus dikembangkan sebagai identitas bangsa dan daerah,” katanya.

Masyarakat Banjar memiliki budaya yang khas dan unik, tambah Presiden, akan menjadi nilai unggulan untuk menghadapi serangan budaya global yang makin mengemuka sekarang ini.

Menurut presiden, Indonesia memiliki adat istiadat dan budaya yang luar biasa yang dipengaruhi dari tiga budaya besar dunia, yaitu budaya timur, Islam, dan barat.

Perpaduan ketiga budaya besar tersebut, berkembang dan telah mampu memberikan identitas kepada bangsa Indonesia sebagai negara yang besar dan kaya akan budaya dan adat istiadat.
Kongres Budaya Banjar
Pengukuhan gelar adat Banjar terhadap Presiden SBY yang dihadiri pula oleh ibu negara Ani Yudhoyono dirangkaikan dengan pembukaan Kongres Budaya Banjar III, bertujuan melestarikan nilai-nilai Budaya Banjar.

Kongres budaya Banjar III, bukan hanya dihadiri oleh warga Kalimantan Selatan di Banjarmasin, tetapi juga warga Banjar yang kini menetap di berbagai daerah di seluruh nusantara bahkan juga dari Brunai Darussalam dan Malaysia.

Dalam acara pengukuhan teresebut juga disajikan atraksi seni budaya Banjar, seperti tari-tarian, seni tutur Madihin, dan Maulid Habsyi.

Kedatangan Presiden ke Kalsel 22-24 Oktober selain menerima pengukuhan sebagai tetuha adat, juga meresmikan atau groundbreaking proyek-proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Provinsi Kalsel.

Presiden SBY juga bersilaturahmi dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2013-2018, serta melakukan penanaman pohon Ulin (kayu besi) di halaman Kantor Gubernur Kalsel.

Satu Tanggapan

  1. Nice posting…
    Maju terus budaya Banjar, budaya agung tanah Banua, budaya asli kalimantan dan warisan budaya indonesia… ulun sbg Putra Banjar di tanah urang bangga dan akan slalu bangga terlahir sbg Putra Banjar.
    Semoga Budaya Banjar slalu lestari sampai akhir jaman.
    waja sampai kaputing.

Tinggalkan komentar