MENGGALI OBAT-OBATAN LAHAN GAMBUT TROPIKA KALTENG

 

 

 Oleh Hasan Zainuddin
         “Membangun Indonesia Melalui Bumi Tambun Bungai Kalimantan Tengah,” demikian sebuah buku Gubernur Kalteng Teras Narang yang menggambarkan betapa kayanya daerah yang luasnya 1,5 kali Pulau Jawa tersebut.

        Disebutkan, kawasan pemukiman Suku Dayak berpenduduk sekitar dua juta jiwa itu bisa jadi muncul penemuan-penemuan baru yang akan mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. 
   Agustin Teras Narang dalam setiap kesempatan menyatakan, Kalteng begitu kaya, karena hampir semua ada di wilayah itu.

        Tetapi yang lebih khas, yaitu terdapatnya hamparan luas lahan gambut tropika yang unik yang masih memerlukan keterampilan kalangan ilmuan untuk mengungkap potensinya.

        Bahkan Gubernur Teras Narang mengajak kalangan investor baik dalam maupun luar negeri untuk “menengok” kekayaan Kalteng itu.

        “Siapa tahu di lahan yang selama ini dianggap marginal itu tersimpan ‘berlian’ lain berupa senyawa-senyawa organik yang bermanfaat baik untuk industri maupun obat-obatan,” katanya.

        Kalteng sedikitnya memiliki 3,6 juta hektare lahan gambut tropika atau sekitar 300 ribu kilometer persegi.

        Potensi terpendam di wilayah sejuta sungai itu telah memancing keingintahuan kalangan peneliti untuk menelusuri kekayaan yang ada di hutan gambut Kalteng tersebut.

      Menurut penuturan peneliti senior Universitas Palangkaraya (Unpar) Prof DR H Ciptadi, lahan gambut tropika Kalteng memang memiliki keunikan dan kelebihan.

        Kekayaan hayati lahan gambut tropika Kalteng dibuktikan dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar, kata doktor kimia biomolekul lulusan Universitas Montpellier II-Perancis, pada 2003, itu.

        Ketua Lembaga Penelitian Unpar itu mengatakan, di Taman Nasional Tanjung Puting, Kabupaten Kotawaringin Barat, dan Sungai Sebangau terdapat sedikitnya 310 spesies tanaman.

        Di sana juga terdapat fitoplankton yang hanya hidup dan berada di kawasan ekosistem air hitam.

        “Sumber Daya Alam Kalteng melimpah ruah, kekayaan ini harus kita jaga dan hendaknya dikelola dengan baik,” katanya.

        Menurut dia, jenis-jenis tumbuhan dari berbagai ekotipe hutan tropis Kalteng hendaknya didata secara lengkap, seperti penyebaran, penggunaan tradisional, kandungan kimia dan aktivitas biologisnya.

        Di samping itu, kata guru besar bidang biokimia/kimia organik Unpar itu, dirasa perlu kaderisasi peneliti untuk bisa melanjutkan estafet penggalian dan pengembangan biota Kalteng, khususnya yang terkait dengan aktivitas biologis yang dimiliki tumbuhan tersebut.

        Ia menjelaskan, kekayaan hayati ini sebagian besar belum digali dan dikaji hingga tak bisa dimanfaatkan maksimal.

        Dalam rangka pencarian dan pemanfaatan senyawa kimia yang terkandung dalam sumberdaya hayati tersebut diperlukan penelitian yang terencana dan berkelanjutan.

        Para ilmuan  dari berbagai lembaga riset dan perusahaan obat besar dunia berusaha  menemukan senyawa baru dari hutan tropis termasuk hutan gambut tropika Kalteng, terutama untuk mengobati penderita kanker dan HIV, karena hutan tropika ini menyimpan senyawa organik terbesar di dunia, katanya.

        Dari hasil peneluran dan penelitian tersebut beberapa hal sudah menunjukan adanya senyawa-senyawa di dalam tanaman Kalteng yang mengandung obat-obatan.

        Berdasarkan  sebuah buku pengukuhan guru besar dalam bidang biokimia/kimia organik Prof DR H Ciptadi, tercatat beberapa nama tanaman yang sudah mengandung senyawa positif.

        Seperti tanaman saluang belum (Lavanga sarmentosa (Blume) kurz), untuk obat kejantanan laki-laki, sayuran kalakai untuk menambah air susu ibu, tumbuhan sepang (Claoxylon polot men) obat diabetes, tumbuhan kamunah (Croton tiglium) untuk obat kontrasepsi, tanaman kalopahit atau sambung maut (famili Simarubaceae) untuk obat malaria.

        Tanaman lain yang diteliti terbukti mengandung obat; mali-mali (famili Araliaceae) obat sesak napas, limau-limauan (famili Flacourtiaceae) obat ginjal, cawat hanoman atau akar rahwana (famili Papilonaceae) obat kuat dan sakit pinggang, ampelas bajang juga untuk sesak napas.

        Beberapa tanaman di atas setelah dilakukan uji laboratorium terbukti positif mengandung steroid dan terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin.

        Selain beberapa tanaman yang sudah dinyatakan mengandung obat-obatan itu, di Kalteng juga masih terdapat ratusan jenis lagi yang  berpotensi sebagai obat yang masih memerlukan penelitian untuk memastikannya.

        Tanaman yang berpotensi obat tersebut di antaranya yang disebut warga setempat dengan tanaman manggis hutan, sangeh, lali, tuntung uhat atau sambung urat, tambuhusan, katatupak atau katatiroi, kayu busi atau sisik saluang, paku bukit, suli, kayu kamal atau pupuk sutera.

        Tanaman yang lain, raja mandak, lagundi, senggani, daun adewa, langise, muhur, kenyem, upak gemur, uru sambelum, bajakah kalalawit, kangkawang panas, kalapimping, bajakan kalayan, tatupak, dadap, teken perei, kalapap, karamunting, kayu mahamen, papar buwu, sagagentu, bawi hatue, kalabuau, kayu tungkun.

        Tanaman kanarihau, uru handalai, kumis kucing, ginseng, uru pinding usu, uru karewan usu, uru lewu, terung kambing, mangkudu, kayu kajajah, kalalayar, kayu mata pusa bawi hatue, panamar gantung, mosai, songkai kayu, dan tanaman sapapitak.

        Tanaman sarai, henda babilem, henda puti, singkur, henda, lai, sintuk, kayu amal, kalanis, bajakan kahabau, bajakan bahenda, sangkuang, tabalien, balawan puti, bahandang, sasenduk, jawau u”uut, kayu buri, tategar bawi hatue, utin, tupai bawi hatue, kayu bikit, tisik peang bawi, tisik peang hatuwe, uwe namei, daun dewa, uru handarai, uru mahamen, lengkuas, pasak bumi, tabat barito dan sebagainya.

        Tanaman tersebut diduga berpotensi sebagai obat karena sering digunakan penduduk Suku Dayak Kalteng untuk pengobatan tradisional.

        Sebagian penduduk Kalteng memang hidup terpencil, jauh dari jangkauan pengobatan modern, dalam usaha menjaga dan mempertahankan kesehatan mereka menggunakan obat tradisional yang diramu dari bahan alam dari tanaman tersebut.

        Obat-obatan tradisional tersebut oleh penduduk setempat sering digunakan sebagai penyembuh penyakit kelamin, keluarga berencana, kekuatan jasmani, dan obat penyakit lainnya.

        Untuk mengumpulkan  tanaman obat di hutan gambut tropika Kalteng itu sekarang sedang diusulkan pembangunan sebuah kebun raya tanaman obat-obatan  di Kota Palangkaraya, sebagai lokasi penelitian, lokasi pendidikan, dan lokasi ekowisata.